Bisnis.com, JAKARTA — Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah alias KPPOD mengungkapkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan atau PBB-P2 serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau BPHTB kerap kali membebani pelaku usaha di daerah.
Direktur Eksekutif KPPOD Armand Suparman menjelaskan bahwa sejumlah kebijakan pemerintah juga kerap menjadi ganjalan pertumbuhan ekonomi di daerah. Armand mencontohkan tarif pajak dan retribusi daerah kerap membuat para pelaku usaha berpikir dua kali sebelum menanamkan modalnya.
Secara khusus, dia menyoroti soal PBB-P2, BPHTB, dan pajak hiburan yang terlalu tinggi. Oleh sebab itu, dia menyarankan adanya insentif sebagai kompensasi dari berbagai tarif perpajakan tersebut.
"Mereka [pelaku usaha] bisa tertarik untuk investasi di satu tempat kalau misalnya pemda itu menawarkan insentif-insentif tertentu gitu ya," ungkap Armand kepada Bisnis, Senin (25/11/2024).
Oleh sebab itu, dia meyakini Pilkada 2034 harus menjadi momentum perbaikan. Kepala daerah baru nantinya didorong untuk terus memberikan kemudahan dan juga kepastian berusaha kepada para pelaku usaha.
Bagaimanapun, menurut Armand, salah satu cara jitu agar ekonomi daerah tumbuh cepat adalah dengan investasi sehingga kemudahan berusaha harus menjadi prioritas utama kepala daerah. Dia meyakini investasi merupakan stimulus utama penciptaan lapangan kerja sekaligus pertumbuhan ekonomi di daerah.
Baca Juga
Lebih lanjut, KPPOD juga kerap mendapati perizinan berusaha selalu menjadi permasalahan ekonomi yang ditemui di banyak daerah. Dia mencontohkan, banyak pemerintah daerah yang belum punya peraturan terkait dengan rencana detail tata ruang.
Padahal, sambungnya, UU Cipta Kerja dan PP No. 5/2021 sudah mengatur soal penggunaan sistem online single submission (OSS) untuk penerbitan perizinan berusaha. Masalahnya, sistem OSS sangat tergantung soal rencana detail tata ruang di masing-masing daerah.
Selain itu, Armand menyoroti masih terdapat banyak ego sektoral antara kementerian/lembaga sehingga memperlambat integrasi layanan perizinan berusaha.
"Sistem ini [OSS] sebetulnya pada tataran yang ideal, dia coba mengintegrasikan semua layanan sektoral dan juga layanan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Tapi pada praktiknya integrasi sistem layanan ini belum terjadi secara optimal," katanya.
Sebagai informasi, PBB-P2 dan BPHTB diatur dalam UU No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Tarif PBB-P2 sendiri ditetapkan paling tinggi sebesar 0,5% sementara tarif BPHTB ditetapkan oleh pemerintah daerah—biasanya tidak melebihi 5% dari nilai perolehan ok ahan objek pajak kena pajak (NPOPKP).