Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah mencapai Rp8.560,36 triliun per 31 Oktober 2024 atau pada awal pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Jumlah tersebut setara 38,66% dari produk domestik bruto (PDB) dan naik Rp86,46 triliun dibandingkan posisi utang pemerintah pada bulan sebelumnya (Rp8.473,90 triliun). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun mengklaim pihaknya terus mengelola utang secara berkelanjutan.
"Pemerintah mengelola utang secara cermat dan terukur untuk mencapai portofolio utang yang optimal dan mendukung pengembangan pasar keuangan domestik," jelas Sri Mulyani dalam dokumen APBN KiTa November 2024, dikutip Kamis (28/11/2024).
Bendahara negara merincikan komposisi utang pemerintah terdiri atas Rp7.550,70 triliun dari surat berharga negara (SBN) dan pinjaman Rp1.009,66 triliun.
Lebih rinci lagi, utang SBN terdiri dari domestik sebesar Rp6.606,68 triliun dan valas senilai Rp944,02 triliun. Sementara itu, pinjaman terdiri dari pinjaman dalam negeri senilai Rp42,25 triliun dan pinjaman luar negeri Rp967,41 triliun.
Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono mengungkapkan pemerintah telah merealisasikan pembiayaan utang senilai Rp438,1 triliun dari APBN sepanjang 1 Januari sampai dengan 31 Oktober 2024.
Baca Juga
Thomas menjelaskan pemerintah menargetkan Rp648,1 triliun untuk pembiayaan utang. Angka tersebut berasal dari SBN dikurangi pinjaman.
"Kinerja pembiayaan ini tetap on track dan dikelola secara efisien dengan menjaga risiko tetap dalam batas terkendali," kata Thomas dalam konferensi pers APBN Kita di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Jumat (8/11/2024).
Dia memerinci realisasi Rp438,1 triliun tersebut berasal untuk dua sumber utang yaitu SBN (neto) sebesar Rp394,9 triliun dan pinjaman (neto) sebanyak Rp43,2 triliun.
Lebih lanjut, Thomas menjelaskan jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu maka terlihat pertumbuhan yang cukup tinggi. Hingga akhir Oktober 2023, realisasi pembiayaan utang hanya sebesar Rp202,3 triliun.
Keponakan Presiden Prabowo Subianto itu mengaku, langkah-langkah penarikan utang tersebut telah dilakukan untuk mendukung arah dan target APBN 2024.
Penarikan utang untuk tahun anggaran 2024, sambungnya, mempertimbangkan outlook defisit APBN, likuiditas pemerintah serta mencermati dinamika pasar keuangan.
"Dan tentunya pemenuhan target pembiayaan terus dijaga on track dengan cost of fund yang efisien dan risiko yang terkendali," jelas Thomas.