Bisnis.com, JAKARTA — Kantor Staf Presiden (KSP) menduga rembesan Minyakita dijual dalam bentuk minyak curah, yang menyebabkan harga Minyakita melambung di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
Deputi III KSP Bidang Perekonomian Edy Priyono mengatakan Minyakita masuk ke dalam status harga tidak aman dengan disparitas harga antar daerah yang rendah. Per 29 November 2024, harga Minyakita berada jauh di atas HET yang seharusnya dibanderol Rp15.700 per liter. Adapun, harga terakhir Minyakita secara rata-rata adalah Rp17.100 per liter.
“Kemarin kami dari Kantor Staf Presiden mengecek ke pasar di sekitar Jabodetabek, harganya [Minyakita] memang antara Rp16.500–Rp17.000. Jadi ini memang mencerminkan kenyataan di pasar,” kata Edy dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Tahun 2024 di YouTube Kemendagri RI, Selasa (3/12/2024).
Edy menjelaskan, jika terjadi disparitas harga yang rendah pada suatu komoditas maka ini mengindikasikan adanya masalah terhadap pasokan. Namun, lanjut dia, KSP mendapatkan informasi bahwa Domestic Market Obligation (DMO) untuk Minyakita tidak bermasalah atau sudah sesuai target.
“Kami kemudian penasaran ini kenapa ya, yang jelas kami yakin bahwa kalau disparitas rendah dan harga tinggi itu berarti ada masalah pasokan,” tuturnya.
Berangkat dari sana, Edy mengungkap bahwa KSP menemukan sejumlah dugaan penyebab tingginya harga Minyakita. Salah satunya adalah rantai distribusi yang lebih panjang daripada yang seharusnya.
Baca Juga
Perlu diketahui, Pasal 8 Peraturan Menteri Perdagangan 18/2024 menjelaskan terkait pendistribusian minyak goreng rakyat (MGR). Jalurnya antara lain produsen minyak goreng menyalurkan MGR kepada distributor lini 1 (D1) dan/atau BUMN Pangan dan wajib melaporkan pengiriman melalui SIMIRAH.
Kemudian pada Pasal 8 ayat (2) dijelaskan bahwa D1, BUMN Pangan, dan/atau distributor lini 2 (D2) wajib menyalurkan MGR yang diterima sampai kepada pengecer. Adapun, pengecer wajib menjual MGR dengan harga di bawah atau sama dengan HET. HET ini sendiri ditetapkan oleh menteri.
“Jadi kalau menurut peraturan, seharusnya Minyakita dari produsen, distributor 1, distributor 2. Kemudian langsung ke pengecer. Di lapangan lebih panjang daripada itu,” bebernya.
Dugaan penyebab tingginya harga Minyakita yang kedua adalah harga minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) yang mahal.
Per Oktober 2024, Edy menyampaikan rata-rata harga CPO adalah Rp14.000. Kemudian, jika CPO diolah menjadi minyak goreng maka setidaknya membutuhkan biaya Rp4.000, sehingga harga minyak adalah Rp18.000.
Kendati demikian, Edy menjelaskan bahwa pemerintah mempunyai kebijakan tersendiri untuk Minyakita. Di saat harga CPO melambung, maka harga minyak goreng di tingkat konsumen, terutama Minyakita masih bisa dikendalikan.
Adapun imbas dari harga CPO yang melambung, maka harga minyak curah juga terdorong untuk naik. Hal ini mengingat minyak curah sudah tidak lagi diatur oleh pemerintah.
Menurut dugaannya, hal ini secara tidak langsung memengaruhi Minyakita, lantaran harga minyak curah yang mahal. Dengan kata lain, ada dugaan permintaan (demand) yang meningkat karena tingginya harga minyak curah.
“Jadi kalau harga minyak curah itu tinggi maka akan ada sebagian paling tidak konsumen yang tadinya membeli minyak curah, kemudian bergeser ke Minyakita. Ini yang kemudian menyebabkan terjadinya peningkatan demand terhadap Minyakita,” jelasnya.