Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) menilai, rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik dapat mengganggu kepastian harga tembakau di Tanah Air.
Ketua Kelompok Substansi Tanaman Tebu dan Tanaman Pemanis Lainnya, Direktorat Jenderal Perkebunan Kementan Haris Darmawan menyampaikan, ketika tarif cukai hasil tembakau (CHT) naik sebesar 23%, industri mengurangi produk rokoknya yang berujung pada kurangnya penyerapan tembakau petani.
Dari sisi harga pun tidak sesuai, meski hasil tembakau diserap oleh industri. Sebab, kata dia, petani mau tidak mau akan mengeluarkan tembakaunya.
“Apalagi dengan ada pengetatan. Permenkes ini mengganggu,” kata Haris di sela-sela agenda Bisnis Indonesia Forum, Kamis (5/12/2024).
Dalam penyusunan RPMK, Kementan mencoba untuk netral. Namun, rancangan tersebut muncul dan mengindikasikan keinginan untuk menghilangkan tembakau.
Padahal, kata Haris, Indonesia memiliki Undang-undang No.19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, di mana petani bebas menanam tanaman yang menguntungkan.
Baca Juga
“Tidak ada ikatan. Artinya tidak ada suruhan untuk petani tembakau beralih kepada tanaman lain,” tegasnya.
Menurutnya, petani tembakau merupakan petani turun temurun sehingga sulit untuk diminta menanam tanaman lain, utamanya untuk areal tanam. Sebab, kata dia, areal tembakau bukan soal kuantitas melainkan kualitas.
Adanya rancangan regulasi itu lantas membuat Kementan bertanya-tanya, mengingat hal ini menimbulkan ketidakpastian harga bagi petani tembakau.
“Kepastiannya maksudnya kami adalah kepastian harga. Diserap sih diserap, karena kita masih kurang.,” pungkasnya.