Bisnis.com, JAKARTA – Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) di PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex Group mengungkap buruh pabrik yang dirumahkan bertambah menjadi 3.500 pekerja lantaran krisis bahan baku sejak perusahaan diputus pailit.
Koordinator Serikat Pekerja Sritex Group, Slamet Kaswanto mengatakan jumlahny bertambah dari sebelumnya 2.500 buruh pada pertengahan November lalu. Hingga saat ini pihaknya belum melihat titik terang penyelesaian polemik Sritex.
“Sudah bertambah karena 3500-an buruh [dirumahkan] karena bahan baku sudah pada habis, kapas habis,” kata Slamet kepada Bisnis, dikutip Senin (9/12/2024).
Perusahaan tekstil tersebut masih menunggu hasil pengajuan kasasi yang dimohonkan kepada Mahkamah Agung (MA) pada 25 Oktober 2024 untuk membatalkan putusan pailit. Pasalnya, perusahaan masih berproduksi memenuhi pesanan pasar.
Stastus pailit Sritex membuat aktivitas perdagangan dibekukan. Sritex telah mendapat dukungan dari pemerintah untuk mendapatkan going concern atau kelangsungan usaha. Namun, hal tersebut terganjal oleh pihak kurator.
Slamet menerangkan bahwa sikap kurator tidak kooperatif dan mangkir dalam agenda mediasi bersama Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer Gerungan dan pihak Sritex pekan lalu.
Baca Juga
"Wamenaker bersedia menjadi mediator antara perusahaan dengan kurator berbicara mengenai going concern ini, atas permintaan kurator. Namun, rencana mediasi tersebut batal dikarenakan kurator sendiri yang membatalkan," jelasnya.
Slamet beserta ribuan pekerja Sritex sangat kecewa kepada kurator karena dinilai mempermainkan nasib karyawan yang menggantungkan nasib nya pada pekerjaan di pabrik.
"Nasib puluhan ribu karyawan dipermainkan begitu saja tanpa ada merasa tanggung jawabnya dan kami ingin menyampaikan kepada pemerintah, untuk lebih serius lagi memikirkan kelangsungan kerja kami," tuturnya.
Slamet menegaskan, pemerintah memang sudah menunjukkan upaya untuk membantu karyawan Sritex, namun kesejahteraan kerja belum dirasakan oleh karyawan keseleruhan akibat kepailitan.
Sementara itu, manajemen Sritex telan berupaya mengajukan kasasi ke MA untuk membatalkan putusan Pailit PN Semarang dan meminta kepada kurator serta hakim pengawas yang ditunjuk PN Semarang untuk memberikan izin going concern agar perusahaan tetap bisa melakukan aktivitas seperti biasa.
Faktanya, pada hari ke 45 sejak putusan pailit, tanda-tanda dukungan tidak terjadi. Slamet menuturkan bahwa baku di pabrik sudah berangsur habis, mesin banyak yang berhenti, produksi berhenti dan karyawan nasibnya tidak jelas.
"Belum lagi informasi yg kami terima bahwa rekening bank telah diblokir kurator. Lantas bagaimana dengan pembayaran gaji kami?" ujarnya.
Terlebih, terdapat ancaman pemutusan listrik PLN karena tidak bisa membayar akibat rekening perusahaan di blokir kurator. Kondisi ini menambah kekecewaan.
Dia pun cemas apabila tidak ada perbaikan, maka bukan tak mungkin akhir tahun 2024 ini di masa awal pemerintahan prabowo akan menjadi kelam karena bertambahnya kasus PHK akibat ketidakberdayaan negara terhadap oknum yang bermain untuk menghancurkan industri atas nama hukum.