Bisnis,JAKARTA— Pemerintah mengguyur industri padat karya dengan sederet insentif agar bisa berekspansi. Namun, stimulus tersebut dinilai belum menyentuh aspek peningkatan daya tahan perusahaan.
Insentif industri padat karya hingga Geliat Tren Ritel Mal menjadi berita pilihan yang dirangkum dalam Top 5 News Bisnisindonesia.ID edisi Kamis (18/12/2024). Berikut laporan selengkapnya:
1. Rasa Tawar Insentif Industri Padat Karya
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkap alasan pemerintah memberikan guyuran insentif untuk industri padat karya mulai dari insentif PPh21 ditanggung pemerintah (DTP) dan fasilitas pembiayaan revitalisasi mesin.
Direktur Industri Tekstil, Kulit dan Alas Kaki Kemenperin Adie Rochmanto Pandiangan mengatakan insentif khusus untuk industri padat karya tersebut diberikan guna mendorong industri untuk tetap berekspansi di tengah berbagai tekanan.
"Oleh sebab itu, perlu juga relaksasi bagi industri yang kolaps. Kalau enggak, industri lari lagi ke Vietnam, jadi itulah yang diambil pemerintah, apa yang dilakukan untuk balancing itu semua," kata Adie, dikutip Rabu (18/12/2024).
Adie tak menampik bahwa industri padat karya merupakan sektor yang paling rentan terhadap pengangguran. Sektor-sektor industri yang banyak menyerap tenaga kerja itu tengah menghadapi pelemahan daya beli sehingga produk minim terserap di pasar.
Hal ini juga yang melatarbelakangi pemerintah memutuskan untuk menaikkan upah minimum provinsi (UMP) sebesar 6,5% tahun depan. Sementara itu, pemerintah juga berniat untuk menaikkan PPN 12% yang menjadi beban baru industri.
"Kalau itu naik berarti akan menghantam industri nya dengann biaya produksi naik, output pun pasti naik, sementara rata-rata itu kontraknya sekian tahun, enggak bisa nilainya [harga] ditambahkan," ujarnya.
Alhasil, pemerintah memberikan fasilitas revitalisasi mesin untuk mendorong produktivitas, meringankan kredit investasi dengan range plafon kredit yang bunganya disubsidi 5% serta PPh21 DTP.
2.Suara Emiten Bersiap soal Tangkal Dampak Tarif PPN 12%
Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% yang berlaku 1 Januari 2025 membuat sejumlah emiten bersiap menangkal dampaknya terhadap kinerja keuangan perusahaan.
Emiten farmasi PT Kalbe Farma Tbk. (KLBF), misalnya mengantisipasi dampak kenaikan tarif PPN terhadap harga obat-obatan yang dikenai PPN. Direktur Kalbe Farma Kartika Setiabudy mengatakan pada dasarnya saat ini perseroan masih menunggu kejelasan dari kebijakan tarif PPN pada 2025. Sebab, sebelumnya Presiden RI Prabowo Subianto menjelaskan bahwa kenaikan tarif PPN menjadi 12% hanya untuk barang mewah.
Meski begitu, perseroan pun bersiap mengantisipasi dampak tarif baru bila menyentuh produk kesehatan. Dia mengatakan seiring dengan dinamika tarif PPN yang sedang belangsung, perseroan berupaya untuk mempertahankan harga obat-obatan.
"[Harga] obat belum mengarah ke sana [kenaikan]. Obat yang pada umumnya generik saat ini pun harganya sudah terjangkau," ujar Kartika dalam acara Media Plant Visit Kalbe Farma pada Rabu (18/12/2024).
Di sisi lain, harga bahan baku obat-obatan saat ini, menurutnya, stabil. Fokus berikutnya, menurutnya, lebih pada sisi daya beli masyarakat. Seperti diketahui daya beli masyarakat yang lemah berimbas pada deflasi bulanan yang terjadi pada Mei hingga September 2024.
Daya beli masyarakat yang lemah juga membuat laju pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) kuartalan melandai. Berdasarkan catatan Bisnis, PDB RI mencapai 5,11% secara tahunan (year-on-year/YoY) pada kuartal I/2024. Kemudian, melandai menjadi 5,05% YoY pada kuartal II/2024 dan mencapai 4,95% YoY pada kuartal III/2024.
"Daya beli yang lemah juga jadi fokus," tutur Kartika.
Dia mengatakan dalam menjaga kinerja bisnis, saat ini perseroan berupaya untuk mempertahankan margin agar tetap bisa stabil. KLBF pun mengandalkan sejumlah produk dengan margin yang tinggi, di antaranya jenis produk konsumen.
3.Jalur Lambat Pelonggaran Moneter
Strategi pelonggaran moneter Bank Indonesia sepanjang 2024 ternyata tidak seagresif Federal Reserve (The Fed) lantaran dibayang-bayangi depresiasi rupiah.
Bank Indonesia kembali menahan suku bunga acuan alias BI Rate di level 6% berdasarkan Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode 17—18 Desember 2024. Artinya, Bank Indonesia telah menahan suku bunga selama 4 bulan berturut-turut.
Hal ini dilakukan di tengah pelemahan rupiah yang membayangi. Mata uang rupiah ditutup menguat minor 0,02% atau 3 poin ke level Rp16.097,5 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini. Adapun indeks dolar AS bergerak ke level 106,96.
Sepanjang 2024, Bank Indonesia hanya memangkas BI rate sekali pada September 2024. Sementara itu, The Fed yang biasa menjadi cerminan BI, setidaknya sudah memangkas suku bunga dua kali pada pertemuan September dan November. Adapun pertemuan terakhir di tahun ini masih ada peluang pemangkasan meski kecil.
Menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sudah menjadi fokus utama Bank Indonesia setelah inflasi berhasil terjaga di bawah target bank sentral 2,5±1% pada 2024 dan 2025.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan BI akan terus memperhatikan pergerakan nilai tukar rupiah dan prospek inflasi, serta dinamika kondisi yang berkembang, dalam mencermati ruang penurunan suku bunga moneter lebih lanjut.
4.Meneropong Prospek Properti Hunian Kala BI Rate Bertahan 6%
Bank Indonesia menahan suku bunga acuan alias berada di level 6% berdasarkan Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode 17—18 Desember 2024.
Dalam pengumuman suku bunga BI hari ini, bank sentral juga menetapkan suku bunga deposit facility tetap sebesar 5,25% dan suku bunga lending facility tetap sebesar 6,75%.
Keputusan ini konsisten dengan arah kebijakan moneter untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi dalam sasaran 2,5±1% pada 2024 dan 2025, serta untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Fokus kebijakan moneter diarahkan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak makin tingginya ketidakpastian perekonomian global akibat arah kebijakan Amerika Serikat dan eskalasi ketegangan geopolitik di berbagai wilayah.
Berdasarkan Survei Harga Properti Residensial (SHPR) kuartal III/2024, penjualan properti residensial primer pada kuartal III/2024 mengalami penurunan sebesar 7,14% (Year–on–Year/YoY). Pada kuartal sebelumnya, penjualan properti residensial primer mengalami pertumbuhan sebesar 7,3% YoY.
Penurunan penjualan terjadi pada tipe kecil sebesar 10,05% YoY dan tipe menengah sebesar 8,8% YoY. Namun demikian, untuk tipe besar masih mengalami pertumbuhan yang melambat yakni hanya 6,83% YoY dari kuartal sebelumnya yang bisa tumbuh 27,41% YoY.
Secara kuartalan, penjualan properti residensial primer di kuartal III/2024 terkontraksi 7,62% (Quarter–to–Quarter/QtQ) dari kuartal sebelumnya yang juga terkontraksi 12,8%.
5.Membaca Geliat Tren Ritel Mal Sekitar Jakarta
Prospek properti ritel di Bodetabek dinilai sangat prospektif. Hingga kuartal IV/2024, dengan masuknya Living World Kota Wisata di Bogor, AEON Mall Deltamas di Bekasi, Pakuwon Mall Bekasi, Eastvara BSD, dan Hampton Square di Gading Serpong, total pasokan mengalami kenaikan sebesar 16,2% menjadi 3.256.356 meter persegi.
Director of Strategic Consulting of Cushman & Wakefield Arief Rahardjo mengatakan total pasokan kumulatif mencapai 3.265.000 meter persegi pada 2024. Adapun terdapat lima proyek besar yang akan menambah pasokan ruang ritel sampai akhir tahun 2025 dan akan menambah total pasokan sebesar 5,0% menjadi 3.427.000 meter persegi.
Beberapa proyek yang akan masuk ke pasar properti ritel diantaranya adalah Mall at Little Tokyo Jababeka, Summarecon Mall Bekasi 2, Living World Grand Wisata, Market Lane Sentul, dan Jakarta Premium Outlets Alam Sutera.
Arief menuturkan penyerapan bersih pada tahun 2024 menurun dibandingkan tahun 2023 dengan tingkat hunian rerata berada di 70,9%. Melihat potensi pertumbuhan keluarga pada area Bodetabek, berbagai sektor ritel terus memperluas keberadaannya yang menyebabkan permintaan kumulatif diprediksi mencapai 2.410.000 meter persegi pada 2025.
“Tingkat kekosongan diperkirakan meningkat sebesar 2,1% menjadi 29,7% pada 2025 akibat selesainya proyek-proyek ritel besar,” ujarnya, Rabu (18/12/2024).
Adapun rerata harga sewa mengalami kenaikan dibandingkan kuartal sebelumnya menjadi Rp462.600 meter persegi per bulan atau tumbuh 2,4% YoY. Diproyeksikan akan mengalami kenaikan sebesar 0,5% di tahun 2025.
Top 5 News BisnisIndonesia.id: Tawar Insentif Industri Padat Karya hingga Tren Ritel Mal
Insentif industri padat karya hingga Geliat Tren Ritel Mal menjadi berita pilihan yang dirangkum dalam Top 5 News Bisnisindonesia.ID.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
1 jam yang lalu
Lo Kheng Hong Serok Lagi Saham GJTL Desember 2024
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
1 menit yang lalu
Jelang Natal, Mayoritas Harga Pangan Merangkak Naik
21 menit yang lalu
Rempang Kembali Memanas, Bagaimana Nasib PSN Milik Tomy Winata?
30 menit yang lalu
WIKA Lunasi Sebagian Obligasi Seri A Tahap I dengan Call Option
53 menit yang lalu