Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menilik Cadangan Nikel RI di Tengah Wacana Pembatasan Produksi 2025

Pemerintah berencana mengurangi kuota produksi bijih nikel Indonesia dari 272 juta ton menjadi 150 juta ton pada 2025.
Pekerja melakukan proses pencetakan feronikel di salah satu pabrik tambang milik Harita Nickel di Pulau Obi, Maluku Utara. Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Pekerja melakukan proses pencetakan feronikel di salah satu pabrik tambang milik Harita Nickel di Pulau Obi, Maluku Utara. Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA - Komoditas mineral andalan Indonesia yakni nikel kembali menjadi perbincangan. Kali ini, pemerintah berencana membatasi produksi nikel mulai tahun depan.

Dilansir dari Bloomberg, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) disebut berencana mengurangi kuota produksi bijih nikel dari 272 juta ton menjadi 150 juta ton pada tahun depan.

Hal ini bertujuan untuk mendongkrak harga nikel di pasaran. Diskusi mengenai besarnya potensi pemangkasan kuota sedang berlangsung di dalam pemerintahan. Lantas, seberapa besar cadangan nikel Indonesia?

Data mengenai pasokan nikel RI tertuang dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 132.K/GL.01/MEM.G/2024 tentang Neraca Sumber Daya dan Cadangan Mineral dan Batu Bara Nasional Pada Tahun 2023. 

Berdasarkan beleid tersebut, pasokan nikel berada dalam tabel Neraca Sumber Daya dan Cadangan Mineral Logam Termasuk Mineral Radioaktif. 

Adapun tabel itu mengungkapkan total cadangan nikel Indonesia tercatat sebanyak 5.325.790.841 ton bijih dan 56.117.187 ton logam.

Sementara, total sumber daya nikel Indonesia mencapai 18.550.358.128 ton untuk bijih dan 184.606.736 ton untuk logam.
 
Sedangkan, cadangan terkira sebanyak 3.423.289.094 ton bijih dan 35.910.615 ton logam. Adapun, cadangan terbukti sebanyak 1.902.501.747 ton untuk bijih dan 20.206.573 ton untuk logam.

Dengan besaran sumber daya dan cadangan tersebut, menurut Kementerian ESDM, umur cadangan nikel saprolite diperkirakan tinggal 13 tahun dan cadangan nikel limonit 33 tahun.

Pembatasan Produksi Nikel

Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung tak membantah ataupun membenarkan wacana mengurangi kuota produksi bijih nikel dari 272 juta ton menjadi 150 juta ton pada tahun depan. Dia hanya mengatakan, pihaknya akan mengkaji terlebih dahulu rencana produksi nikel yang diajukan perusahaan-perusahaan tambang lewat rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB). 

"Pembatasan ini sesuai dengan rencana perusahaan, mereka akan menyampaikan RKAB, itu sesuai RKAB mereka, pasok ke mana. Jadi justru ini yang akan kami lihat lebih dahulu," tutur Yuliot saat ditemui di Medan, Sumatera Utara, Senin (23/12/2024).

Di sisi lain, Yuliot menuturkan, pemerintah akan tetap menggenjot hilirisasi nikel guna meningkatkan nilai tambah di dalam negeri. Dia juga memastikan kebutuhan nikel untuk industri domestik harus tetap terpenuhi. 

"Program hilirisasi untuk memberikan nilai tambah dalam negeri itu tetap akan berjalan. Jadi nanti untuk nikel kita harus lihat hilirisasinya sejauh mana dan menfaat bagi industri, termasuk rantai pasok yang ada harus mencukupi," jelas Yuliot.

Langkah pembatasan produksi secara signifikan disebut kemungkinan akan ditentang oleh Kementerian Keuangan dan Kementerian Investasi karena akan berdampak pada pendapatan pajak dan juga akan berisiko berdampak buruk pada investasi di sektor nikel.

Maklum, nikel selama ini masih menjadi penopang kinerja ekspor nonmigas RI. Lihat saja, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nikel sebagai komoditas penopang kinerja ekspor nonmigas pada November 2024. 

BPS mencatat nilai ekspor nonmigas pada November 2024 mencapai US$22,69 miliar. Angka ini turun 1,67% jika dibanding bulan sebelumnya yang mencapai US$23,08 miliar.  

Menurut BPS, penurunan nilai ekspor itu terjadi lantaran nilai ekspor bijih logam dan kerak abu, minyak hewan/nabati, serta tembaga dan barang daripadanya yang anjlok. 

Kendati demikian, BPS mencatat realisasi ekspor nonmigas November 2024, lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun lalu yang cuma sebesar US$20,71 miliar. Adapun, capaian ini berkait kinerja ekspor nikel.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper