Bisnis.com, JAKARTA — Belakangan perhatian masyarakat Indonesia banyak terarah ke Vietnam. Bukan tanpa sebab, pemerintah Vietnam kerap mengeluarkan kebijakan yang bertolak belakang dengan yang dikeluarkan pemerintah Indonesia—termasuk soal perpajakan.
Saat pemerintah Indonesia akan menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025, pemerintah Vietnam malah memperpanjang kebijakan pengurangan PPN dari 10% menjadi 8% hingga akhir Juni 2025.
Kedua negara Asia Tenggara ini memang memiliki pendekatan pungutan perpajakan yang berbeda. Meski tarif PPN-nya lebih rendah, nyatanya secara keseluruhannya Vietnam berhasil memungut ‘lebih banyak’ pajak dari warganya daripada Indonesia.
Dalam catatan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dalam laporan Revenue Statistics in Asia and The Pacific 2024, Vietnam memiliki rasio pajak sebesar 19% terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2022.
Sementara itu, masih berdasarkan catatan OECD, rasio pajak Indonesia hanya sebesar 12,1% terhadap PDB pada 2022.
Pernyataan pun muncul: dengan tarif PPN yang lebih rendah, mengapa rasio pajak di Vietnam bisa lebih tinggi dari Indonesia? Dari mana sumber utama pungutan pajak Vietnam?
Baca Juga
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, laporan OECD bisa menjadi rujukan. OECD sendiri secara garis besar membagi sumber pungutan pajak ke dalam enam kategori: pendapatan dan keuntungan (income & profits), jaminan sosial (social security), gaji (payroll), properti (property), barang dan jasa (goods & services), serta lain-lain (other).
Jika dibandingkan berdasarkan keenam kategori tersebut maka perbedaan terbesar dari sumber pajak antara Indonesia dengan Vietnam ada di pendapatan dan keuntungan serta jaminan sosial.
Dengan demikian, dapat ditarik simpulan bahwa Indonesia lebih banyak memungut dari penghasilan/keuntungan warganya. Sementara itu, Vietnam lebih banyak memungut dari warganya untuk jaminan sosial.
Sementara itu, sumber pajak Indonesia dan Vietnam tidak jauh beda di kategori properti, barang dan jasa, serta lain-lain. Untuk kategori gaji, kedua negara tersebut sama-sama ‘tidak memungutnya’ (nol).
Perbandingan Pungutan Pajak RI vs Vietnam
1. Barang dan Jasa
Secara umum, sumber utama pajak Indonesia dan Vietnam ada di kategori barang dan jasa, termasuk pajak pertambahan nilai (PPN).
Berdasarkan penjelasan OECD, pajak atas barang dan jasa merupakan semua pungutan yang dikenakan atas produksi, ekstraksi, penjualan, transfer, penyewaan/pengiriman barang, dan penyediaan jasa atau sehubungan dengan penggunaan barang/izin melakukan kegiatan.
Pada 2022, pungutan atas barang dan jasa mencapai 42,5% dari total pungutan perpajakan di Indonesia. Pada periode yang sama, pungutan atas barang dan jasa mencapai 43,4% dari total pungutan perpajakan di Vietnam.
Artinya, untuk pungutan pajak atas barang dan jasa, Indonesia hanya unggul sedikit dari Vietnam yaitu sebesar 1,1%.
2. Pendapatan dan Keuntungan
Untuk pajak atas pendapatan dan keuntungan, Indonesia memungut jauh lebih banyak dari Vietnam.
OECD mengategorikan pajak atas pendapatan dan keuntungan sebagai pungutan yang dikenakan dari penghasilan atau laba bersih dari individu dan perusahaan/badan.
Pada 2022, pungutan atas pendapatan dan keuntungan mencapai 42,2% dari total pungutan perpajakan di Indonesia. Pada periode yang sama, pungutan atas pendapatan dan keuntungan mencapai 27,7% dari total pungutan perpajakan di Vietnam.
Singkatnya, untuk pungutan pajak atas pendapatan dan keuntungan, Indonesia jauh lebih cuan dari Vietnam—perbedaannya hingga 14,5%.
3. Jaminan Sosial
Untuk pajak atas jaminan sosial, Vietnam lebih banyak memungut dari warganya daripada Indonesia.
OECD menjelaskan pajak atas jaminan sosial sebagai semua iuran wajib yang dibayar kepada lembaga negara untuk biaya program-program manfaat sosial. Dalam konteks Indonesia, program manfaat sosial yang dimaksud termasuk BPJS Kesehatan hingga BPJS Ketenagakerjaan.
Pada 2022, pungutan atas jaminan sosial mencapai 4,3% dari total pungutan perpajakan di Indonesia. Pada periode yang sama, pungutan atas jaminan sosial mencapai 28,7% dari total pungutan perpajakan di Vietnam.
Artinya, untuk pungutan pajak atas jaminan, Vietnam jauh unggul hingga 24,4% dari Indonesia.
4. Properti
Baik Indonesia dan Vietnam tidak banyak memungut dari pajak atas properti.
Berdasarkan penjelasan OECD, pajak atas properti mencakup pungutan berulang dan tidak berulang atas penggunaan, kepemilikan, atau pengalihan properti—termasuk pajak atas perubahan kepemilikan properti melalui warisan atau hibah.
Pada 2022, pungutan atas properti mencapai 1,3% dari total pungutan perpajakan di Indonesia. Pada periode yang sama, pungutan atas properti mencapai 0,2% dari total pungutan perpajakan di Vietnam.
Dengan demikian, untuk pungutan pajak atas properti, Indonesia dan Vietnam tidak jauh berbeda. Dalam hal ini, Indonesia hanya unggul 1,1% dari Vietnam.
5. Lain-lain
Berbeda dengan Indonesia, Vietnam tidak memungut pajak ‘lain-lain’. Sederhananya, OECD menjelaskan pajak lain-lain sebagai pungutan yang dipungut di luar kategori-kategori sebelumnya.
Pada 2022, pajak lain-lain mencapai 9,7% dari total pungutan perpajakan di Indonesia. Pada periode yang sama, Vietnam tidak mendapatkan pemasukan pajak lain-lain alias 0%.