Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Alasan MK Tolak Gugatan IRT dan Driver Ojol Soal Tarif PPN 12%

Mahkamah Konstitusi menolak gugatan tarif PPN 12% karena hanya berlaku untuk barang mewah, bukan semua barang dan jasa, sesuai keputusan pemerintah.
Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo (tengah) memimpin sidang pengucapan putusan perkara dilanjutkan atau tidak (dismissal) sengketa Pilkada 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (5/2/2025). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo (tengah) memimpin sidang pengucapan putusan perkara dilanjutkan atau tidak (dismissal) sengketa Pilkada 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (5/2/2025). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Bisnis.com, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) mengungkap alasan menolak permohonan uji materi terhadap aturan mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) No.7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Adapun perkara bernomor 11/PUU-XXIII/2025 itu dibacakan pada sidang pleno, Kamis (14/8/2025). Permohonan uji materi itu diajukan ke MK pada 21 Februari 2025, dan sidang pemeriksaan pendahuluan digelar pada 10 Maret 2025.

Di dalam amar putusannya, MK menyatakan bahwa permohonan dari pemohon perkara itu ditolak.

"Menolak permohonan para pemohon No.11/PUU-XXIII/2025 baik di dalam provisi maupun pokok permohonan," ujar Ketua MK Suhartoyo dikutip dari siaran YouTube MK.

Dilansir dari situs resmi MK, permohonan tersebut diajukan oleh tujuh orang yakni Asmania, Fauzan Hakami, Muhamad Agus Salim, Ira Askarina, Risnawati Utami, Rusin serta Warsiti Hajar.

Para pemohon berasal dari berbagai latar belakang yakni ibu rumah tangga, mahasiswa, pekerja swasta, pelaku usaha mikro, pengemudi ojek daring hingga organisasi yang bergerak di bidang kesehatan mental.

Beberapa pasal yang diuji dalam perkara ini mencakup Pasal 4A ayat (2) huruf b, ayat (3) huruf a, g, j, serta Pasal 7 ayat (1), (3), dan (4) UU HPP.

Salah satu aspek yang dipersoalkan para pemohon uji materi itu berkenaan dengan penentuan tarif PPN 11% yang mulai berlaku paling lambat 1 April 2022, dan PPN 12% pada 1 Januari 2025. Adapun diketahui bahwa pemerintah batal menerapkan PPN 12% secara menyeluruh, alias hanya menerapkannya pada barang atau jasa terkategorikan mewah atau yang tercantum pada Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Berdasarkan pertimbangan para Hakim Konstitusi, yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur, dalil para pemohon tentang adanya pertentangan antara UU HPP dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.131/2024 dianggap tidak benar.

Hakim Konstitusi Ridwan menjelaskan, PMK No.131/2024 mengatur bahwa ketentuan mengenai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Nilai Lain untuk menjaga beban PPN secara efektif tetap sama dengan pada saat konsumen atau Wajib Pajak (WP) dibebani tarif PPN 11%. Hal itu menyusul keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk tidak mengenakan tarif PPN 12% untuk seluruh kategori barang dan jasa.

"PMK No.131/2024 tidak merevisi atau mengatur tarif sebagaimana yang telah ditetapkan UU No.7/2021 sebesar 12% melainkan hanya mengatur DPP nilai lain yang merupakan kewenangan yang diberikan UU kepada Menteri Keuangan," papar Ridwan.

Ridwan lalu menjelaskan bahwa baik UU HPP dan PMK No.131/2024 mengatur hal yang berbeda. Sehingga, PMK No.131/2024 bukan merupakan peraturan pelaksana dari klausul tarif PPN pada UU HPP.

"Kekhawatiran para pemohon yang kemudian mendalilkan adanya inkonsistensi antarperaturan adalah dalil yang tidak berdasar sehingga harus dinyatakan beralasan menurut hukum," pungkas Ridwan.

PPN 12% TAK BERLAKU KESELURUHAN

Kendati tarif PPN 12% berlaku 1 Januari 2025 sebagaimana amanat UU HPP, pemerintah memutuskan untuk tidak memberlakukannya secara menyeluruh sebagaimana saat penerapan tarif PPN yang naik dari 10% ke 11% di 2022 lalu.

Pada konferensi pers 31 Desember 2024 lalu, atau beberapa jam sebelum pergantian tahun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa kebijakan tarif PPN 12% yang berlaku 1 Januari 2025 hanya untuk barang mewah.

Bendahara Negara menjelaskan bahwa apabila merujuk pada UU HPP, tarif PPN seharusnya naik ke 12% mulai awal 2025. Namun, Presiden Prabowo Subianto menyebut telah mempertimbangkan kondisi masyarakat, perekonomian serta untuk menjaga daya beli sekaligus menciptakan keadilan.

Dia menyebut tarif PPN 12% itu hanya akan berlaku pada daftar barang yang sebelumnya dikenakan Pajak Penjualan Barang Mewah atau PPnBM.

"PPN yang naik dari 11% ke 12% hanya berlaku untuk barang dan jasa mewah. Yang selama ini sudah terkena PPnBM yaitu pajak penjualan barang mewah," ucapnya.

Mantan pejabat Bank Dunia itu memaparkan bahwa daftar barang mewah yang akhirnya diputuskan terkena tarif PPN baru itu adalah yang berada dalam Peraturan Menteri Keuangan atau PMK No.15/2023.

"Itu kategorinya sangat sedikit, limited. Barang seperti private jet, kapal pesiar yacht, dan juga rumah yang sangat mewah, yang nilainya sudah diatur dalam PMK PPN barang mewah, Nomor 15/2023," tuturnya.

Adapun mengenai barang dan jasa lain pada umumnya yang sebelumnya telah dikenakan PPN 11%, terang Sri Mulyani, tidak akan mengalami kenaikan tarif.

Dia turut menyoroti pernyataan Prabowo sebelumnya bahwa PPN 12% yang diterapkan awal 1 Januari 2025 tidak berlaku untuk seluruh barang dan jasa terkena PPN.

"Artinya, yang disampaikan oleh bapak presiden, untuk barang dan jasa lainnya yang selama ini terkena 11% tidak mengalami kenaikan PPN menjadi 12%. Jadi tetap 11% seluruh barang dan jasa, yang selama ini 11%, tetap 11%. Tidak ada kenaikan PPN untuk seluruh barang dan jasa yang selama ini tetap 11%," ucapnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dany Saputra
Editor : Edi Suwiknyo
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro