Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Alasan Pemerintah Memilih Debt Switching untuk Bayar Utang Rp100 triliun ke BI pada 2025

Tujuan debt switch salah satunya untuk menjaga keseimbangan portofolio SBN dan meningkatkan likuiditas di pasar.
Ilustrasi rasio utang pemerintah. Dok. Freepik
Ilustrasi rasio utang pemerintah. Dok. Freepik

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah dan Bank Indonesia pada akhirnya menyepakati pelunasan utang hasil burden sharing senilai Rp100 triliun yang jatuh tempo 2025 akan melalui debt switching demi menjaga kesehatan profil utang pemerintah. 

Pada koordinasi tahunan, Jumat (27/12/2024), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo sepakat SBN yang akan jatuh tempo ditukar dengan Surat Berharga Negara (SBN) regular dengan tenor yang lebih panjang, dapat diperdagangkan, dan sesuai mekanisme pasar.

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Suminto menuturkan bahwa mekanisme debt switch merupakan transaksi pasar sekunder, sehingga akan mengurangi target penerbitan SBN di pasar primer pada 2025.

“Tujuan debt switch salah satunya untuk menjaga keseimbangan portofolio SBN dan meningkatkan likuiditas di pasar,” ujarnya, Senin (30/12/2024). 

Nantinya, terkait dengan jenis SBN dan tenor akan disesuikan dengan kebutuhan Bank Indonesia untuk melakukan operasi moneter untuk menjaga rupiah.

Bukan hal baru, debt switch merupakan transaksi di pasar sekunder yang lazim dan regular dilakukan pada pasar keuangan global maupun domestik. 

Dalam rangka pengelolaan portofolio, Suminto menyebutkan pemerintah secara reguler melakukan transaksi debt switch di pasar sekunder, dilakukan dengan investor SBN di pasar global dan domestik, melalui mekanisme penawaran umum maupun secara bilateral.

Dalam hal pelunasan utang burden sharing, Bank Indonesia pun memerlukan SBN untuk pelaksanaan operasi moneter serta sebagai underlying untuk instrumen keuangan yang diterbitkan oleh Bank Indonesia seperti Sekuritas Rupiah BI (SRBI).

Sebelumnya sempat muncul berbagai pilihan yang mungkin akan diambil oleh Kementerian Keuangan untuk melunasi utang jatuh tempo ke bank sentral tersebut, seperti refinancing maupun meningkatkan penerimaan pajak untuk membayar utang tersebut. 

Pada akhirnya, pemerintah memilih konversi utang ke tenor yang lebih panjang untuk menjaga profil utangnya. 

Penerbitan SBN 2025 pada dasarnya juga dilakukan untuk memenuhi kebutuhan APBN yang dirancang defisit sebesar 2,53% dari PDB atau senilai Rp616 triliun.

Pembiayaan defisit APBN 2025 akan dipenuhi melalui pembiayaan utang yang secara neto sebesar Rp775,8 triliun dan pembiayaan nonutang yang secara neto sebesar minus Rp159,7 triliun. 

Strategi penerbitan SBN baik dari sisi besaran, jadwal penerbitan, tenor, instrumen, maupun metode penerbitan termasuk melalui transaksi bilateral (bilateral buyback/debt switch) dan penawaran umum, dilakukan secara terukur, antisipatif dan fleksibel.

Dalam koordinasi tahunan antara Sri Mulyani dan Perry Warjiyo, disebutkan bahwa penerbitan SBN 2025 didukung oleh pengelolaan portfolio utang yang efektif dengan menerapkan prinsip kehati-hatian serta didukung manajemen risiko utang yang kuat. 

“Sehingga dapat menjaga stuktur utang pemerintah tetap sehat, aman dan berkesinambungan,” tulis Kemenkeu dalam keterangan resmi, dikutip pada Senin (30/12/2024).

Belum berakhir, pemerintah masih memiliki kewajiban membayar utang jatuh tempo burden sharing kepada BI hingga 2029 mendatang. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper