Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Prianto Budi Saptono

Ketua Pengawas Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI)

Lihat artikel saya lainnya

Opini: Meluruskan Mispersepsi Opsen Pajak

Secara sederhana, opsen pajak adalah pungutan tambahan berdasarkan persentase tertentu dari pajak daerah.
Ilustrasi perhitungan pajak. / dok. Freepik
Ilustrasi perhitungan pajak. / dok. Freepik

Bisnis.com, JAKARTA - Menjelang imple­men­­­tasi kebijakan opsen pa­­­­jak pada 5 Januari 2025, muncul kekhawatiran publik bah­­­wa kebijakan ini akan me­­­­­­­­nambah beban pajak yang harus ditanggung ma­­­­syarakat. Kekhawatiran ter­­­sebut dipicu oleh mis­­­per­­­sepsi bahwa opsen pajak merupakan pungutan baru.

Seperti diketahui, opsen pajak mencapai 66% dari tarif Pajak Kendaraan Ber­­­motor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Dalam konteks komunikasi kebijakan, mispersepsi ini harus segera diluruskan agar tujuan utama penerapan opsen pajak dapat tercapai. Tujuan dimaksud adalah meningkatkan kemandirian fiskal daerah tanpa menambah beban wajib pajak.

Sebelum dibahas lebih lanjut, perlu kita pahami terlebih dulu apa itu opsen pajak. Opsen pajak diperkenalkan pertama kali dalam nomenklatur kebijakan pajak Indonesia melalui Undang-Undang No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).

Aturan tersebut menggantikan UU No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD). Secara sederhana, opsen pajak adalah pungutan tambahan berdasarkan persentase tertentu dari pajak daerah.

Ada tiga jenis opsen yang diatur dalam UU HKPD, yaitu Opsen PKB, Opsen BBNKB, dan Opsen Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB). Opsen PKB dan BBNKB dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota, sementara Opsen Pajak MBLB dipungut oleh pemerintah provinsi.

Pemungutan opsen ini disatukan dengan pemungutan pajak daerahnya (entah itu PKB, BBNKB, maupun MBLB yang sudah ada sebelumnya) sehingga wajib pajak tidak perlu membayar secara terpisah.

Sesuai dengan Pasal 191 UU HKPD, ketiga opsen pajak daerah di atas mulai berlaku 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal pengundangan UU HKPD. Karena UU HKPD diundangkan di 5 Januari 2022, kebijakan opsen pajak daerah mulai berlaku di 5 Januari 2025.

SKEMA OPSEN

Sebagian besar kekhawatiran masyarakat berasal dari anggapan bahwa opsen pajak adalah beban tambahan di luar pajak yang selama ini mereka bayarkan. Namun, kenyataannya tidak demikian. Opsen pajak sejatinya bukan pungutan baru melainkan mekanisme pengalihan skema bagi hasil pajak antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota yang sebelumnya diatur dalam UU PDRD.

Berdasarkan skema lama di UU PDRD, sebagian pendapatan dari PKB dan BBNKB yang dipungut oleh provinsi dibagihasilkan ke kabupaten/kota. Dengan opsen pajak, pembagian tersebut dihapus, dan pemerintah kabupaten/kota langsung menerima bagian mereka melalui opsen. Hal ini tidak mengubah total pajak yang harus dibayar wajib pajak, karena tarif pajak utama (PKB, BBNKB, dan Pajak MBLB) telah disesuaikan terlebih dahulu untuk mengakomodasi tambahan opsen.

Tujuan dari opsen pajak adalah agar kemandirian pemerintah daerah dapat ditingkatkan tanpa menambah beban Wajib Pajak karena penerimaan perpajakan akan dicatat sebagai PAD (Pendapatan Asli Daerah).

Dalam hal ini, Opsen PKB dan BBNKB sejatinya merupakan pengalihan dari bagi hasil pajak provinsi ke pemerintah kabupaten/kota. Sebaliknya, Opsen Pajak MBLB merupakan pengalihan dari bagi hasil pajak kabupaten/kota ke pemerintah provinsi.

Salah satu prinsip opsen adalah bahwa pengenaan opsen tidak menambah beban maksimum Wajib Pajak pada saat berlaku UU PDRD. Untuk memperjelas, mari kita lihat ilustrasi sederhananya. Sebagai contoh, nilai jual kendaraan sebesar Rp300 juta dikenai PKB dengan tarif 1%. Berdasarkan UU PDRD, wajib pajak akan membayar Rp3 juta. Dengan penambahan opsen sebesar 66%, total pembayaran menjadi Rp4,98 juta atau setara 1,66% dari nilai jual kendaraan. Angka ini masih di bawah batas maksimum tarif PKB yang diatur UU PDRD, yaitu 2%.

Hal serupa berlaku untuk BBNKB dan Pajak MBLB. Bahkan setelah penambahan opsen, total pajak yang harus dibayar masyarakat tetap berada dalam batas maksimum yang ditetapkan oleh undang-undang. Dengan kata lain, opsen tidak menambah beban pajak, melainkan hanya mengatur ulang distribusi penerimaan pajak antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.

Yang pasti, opsen pajak bukan sekadar perubahan teknis dalam pemungutan pajak daerah. Kebijakan ini memiliki implikasi yang signifikan terhadap kemandirian fiskal daerah.

Dengan opsen, pemerintah kabupaten/kota memiliki pendapatan langsung yang lebih stabil dan terprediksi dari PKB dan BBNKB. Hal ini memungkinkan mereka untuk merencanakan anggaran dengan lebih baik dan mengurangi ketergantungan pada transfer dari pemerintah provinsi. Sebaliknya, opsen pada Pajak MBLB bagi pemerintah provinsi memberikan kontribusi terhadap pendapatan mereka tanpa mengurangi hak pemerintah kabupaten/kota atas sumber daya alam di kabupaten/kota.

Opsen pajak adalah kebijakan yang bertujuan baik. Namun, keberhasilannya akan sangat bergantung pada komunikasi yang efektif dan pelaksanaan yang transparan. Sosialisasi yang minim telah mengakibatkan kurangnya pemahaman masyarakat terhadap konsep tersebut.

Akhirnya, sangat mungkin timbul resistensi dan potensi ketidakpatuhan. Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, perlu memperkuat komunikasi publik untuk menjelaskan bahwa opsen tidak menambah beban pajak.

Selain itu, pengawasan dan transparansi dalam penggunaan dana hasil opsen juga perlu dipastikan. Misalnya, pemerintah kabupaten/kota sebagai penerima pendapatan dari opsen PKB dan BBNKB, harus memastikan bahwa dana tersebut digunakan untuk program-program yang benar-benar bermanfaat bagi masyarakat. Di antaranya adalah perbaikan infrastruktur jalan dan transportasi publik sesuai ruh dari konsep earmarking pajak.

Alih-alih melihat opsen sebagai beban tambahan, kita semestinya memandang terobosan melalui opsen sebagai langkah maju menuju desentralisasi fiskal yang lebih baik. Kebijakan tersebut layak dicoba sebagai bagian dari upaya bersama untuk membangun daerah di Indonesia agar lebih mandiri.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper