Bisnis.com, JAKARTA - Kebijakan pemerintah Indonesia menaikkan usia pensiun menjadi 59 tahun mulai tahun ini memunculkan polemik baru, utamanya bagi fresh graduate atau lulusan perguruan tinggi yang akan masuk ke pasar kerja.
Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menyampaikan, dari sisi ketenagakerjaan, kebijakan ini akan membuat para fresh graduate sulit masuk ke dunia kerja ketika tidak ada pergantian tenaga kerja.
“Pekerja muda yang tiap tahun bertambah harus menunggu lebih lama,” kata Nailul kepada Bisnis, Rabu (8/1/2025).
Sebagaimana diketahui, usia pensiun pekerja Indonesia resmi menjadi 59 tahun mulai tahun ini, sebagaimana diatur dalam PP No.45/2015. Pemerintah melalui beleid ini menuturkan bahwa pertama kali usia pensiun ditetapkan 56 tahun, kemudian mulai 1 Januari 2019 usia pensiun menjadi 57 tahun.
Selanjutnya, usia pensiun akan bertambah 1 tahun untuk setiap 3 tahun sampai mencapai 65 tahun. Dengan demikian, usia pensiun pekerja di Indonesia pada 2025 ini adalah 59 tahun.
Di lain sisi, Nailul menyebut bahwa produktivitas dari semua pekerja ketika usia pensiun dinaikkan juga akan menurun. Menurutnya, ketika tidak ada lagi investasi yang masuk, ataupun perusahaan yang ekspansi, pada akhirnya ekonomi secara agregat akan tumbuh terbatas.
Baca Juga
Dia mengatakan, tidak dapat dipungkiri bahwa produktivitas usia tua akan menurun, terutama untuk pekerjaan yang membutuhkan fisik prima sedangkan angkatan kerja usia muda tak mampu masuk ke industri lantaran tidak ada pergantian tenaga kerja.
Kondisi ini, kata dia, dikhawatirkan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi nasional ke level yang lebih tinggi.
“Pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan ekonomi lebih tinggi,” ujarnya.
Sementara itu, dia melihat bahwa kebijakan ini erat kaitannya dengan pengembalian dana jaminan hari tua dan pensiun oleh pemerintah kepada pekerja.
“Semakin lama mereka pensiun, maka semakin lama uang dari peserta yang bisa dimanfaatkan oleh pemerintah melalui BPJS Ketenagakerjaan,” tuturnya.
Dia menuturkan, pemerintah mendapatkan waktu yang lebih lama dalam mengelola uang investasi dari peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Dari sisi anggaran dan pendapatan belanja negara (APBN), Nailul menyebut bahwa sebenarnya tidak akan berpengaruh ketika investasinya dikelola dengan baik karena memang itu uang pekerja yang diputarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan di beberapa instrumen investasi.
Dia justru melihat bahwa pemerintah yang menikmati dari lebih lamanya usia pensiun pekerja swasta.
“Pemerintah bisa memanfaatkan dana yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan untuk membeli SBN atau hutang Pemerintah,” pungkasnya.