Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menanggapi laporan dari produsen industri makanan dan minuman dalam negeri terkait potensi penurunan kualitas produk imbas pemanfaatan garam lokal. Kemenperin meminta bukti.
Dirjen Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika mengatakan pihaknya mesti mengecek lebih lanjut kabar tersebut dengan membawa ahli dan profesional guna membuktikan produk yang tak sesuai standar itu.
“Kalau itu memang harus ada langkah-langkah untuk melakukan verifikasi, sekarang baru satu pihak bilang begini, nanti kita turun bersama-sama,” kata Putu saat ditemui Bisnis, beberapa waktu lalu, dikutip Minggu (12/1/2025).
Pihaknya akan berkoordinasi dengan ahli-ahli untuk mengetahui pasti kandungan garam dan komposisi lainnya yang membuat produk makanan banyak reject di pabrikan.
Dalam hal ini, Kemenperin juga telah mendorong teknologi khusus untuk membuat kandungan garam yang diproduksi di hulu lebih steril dan cocok untuk digunakan industri aneka pangan.
“Nanti kita sama-sama sehingga kita akan tahu persis bagaimana memperbaiki, sekaligus teknologi [untuk garam industri],” tuturnya.
Baca Juga
Kendati demikian, Putu tak memungkiri teknologi tersebut masih terbilang mahal dan baru diterapkan di beberapa wilayah produksi garam, salah satunya di Cilegon, Jawa Barat.
Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) mengungkap masih banyak industri yang membutuhkan impor garam dikarenakan sebagian besar produksi yang menggunakan garam lokal justru menghasilkan produk yang tidak sesuai standar atau reject.
Kabar ini menyusul langkah pemerintah yang akan menyetop impor garam industri melalui kebijakan yang tertuang dalam Perpres 126/2022 tentang Percepatan Pembangunan Pergaraman Nasional yang berlaku awal tahun ini.
Menanggapi kondisi tersebut, Ketua Umum Gapmmi, Adhi S. Lukman mengatakan pihaknya akan mencoba untuk melaporkan kesulitan industri setelah menyerap garam lokal yang disebut masih belum sesuai standar.
"Agak sulit ya perkiraan saya mungkin sekitar 60% yang masih membutuhkan [garam impor]. Iya [reject pakai garam lokal]. Ada karena magnesiumnya, karena kontaminasinya, karena bintik hitam dan sebagainya," kata Adhi saat ditemui di Kantor Kemenperin, Rabu (8/1/2025).