Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengusaha Tambang Bersiap Hadapi Kenaikan Ongkos Produksi Gegara DHE

Pengusaha tambang akan menghadapi kenaikan biaya produksi akibat kebijakan baru retensi devisa hasil ekspor (DHE) 100% selama 1 tahun.
Truk membawa batu bara di tambang milik PT Bukit Asam Tbk (PTBA)  di Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim , Sumatra Selatan, Rabu (18/10/2023). Bisnis/Abdurachman
Truk membawa batu bara di tambang milik PT Bukit Asam Tbk (PTBA) di Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim , Sumatra Selatan, Rabu (18/10/2023). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batubara Indonesia (Aspebindo) menyebut kebijakan baru retensi atau penahanan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam 100% selama 1 tahun dapat meningkatkan ongkos operasional lebih dari 3%. 

Wakil Ketua Umum DPP Aspebindo Fathul Nugroho mengatakan, pihaknya menilai kebijakan yang semula menahan hasil ekspor hanya 3 bulan sebesar 30%, kini menjadi 1 tahun dan 100% dapat memberatkan eksportir sektor minerba.  

"Sekarang kami yang pelaku-pelaku usaha, baik tambang maupun trader, yang melakukan ekspor itu seluruh hasil penjualan kami maka ditahan 100% selama 1 tahun, wajib 100% selama 1 tahun," kata Fathul saat ditemui di DPR RI, Rabu (22/1/2025). 

Meskipun dia menyebut kebijakan tersebut juga diiringi dengan bunga 4,4% per tahun, stimulus tersebut tidak sepenuhnya menutupi modal usaha yang diambil kredit dari bank. Dalam perhitungannya, setidaknya pengusaha tetap harus menambah biaya di kisaran 1%-3% untuk operasional. 

Fathul menegaskan bahwa kebijakan tersebut sangat berdampak pada cost of fund atau biaya dana pengusaha ketika menarik kredit dari bank 12%-14% sehingga terdapat tambahan beban 3% untuk menutupi dana yang ditahan karena kebijakan DHE tersebut. 

"Sehingga kami harus back to back dengan deposito yang kami tempatkan di bank ditahan tadi, sekitar selisihnya bisa tergantung banknya ya, up to 3%. Artinya, ada extra cost up to 3% yang harus kami tanggung atas dana revenue yang kami dapatkan tadi," jelasnya. 

Adapun, Fathul menerangkan bahwa permintaan terbesar batu bara berdasarkan RKAB tahun ini sebanyak 800 juta-900 juta ton yang kebutuhan dalam negeri mencapai 180-200 ton dan 600 juta ton ekspor. 

"Ya kami tidak bisa artinya berkompetisi semua untuk jualan di dalam negeri karena pasar terbesar adalah dari luar negeri artinya kami harus ekspor dan mau tidak mau kami harus ikut kebijakan tersebut," jelasnya. 

Kendati demikian, kebijakan DHE tersebut telah diberlakukan pemerintah sehingga pelaku usaha saat ini terpaksa untuk melakukan sejumlah penyesuaian dan efisiensi dalam operasional usahanya. 

Dia mencontohkan, efisiensi yang dimaksud yaitu dari sisi hauling batu bara atau angkutan batu bara dari satu tempat ke tempat lain, serta efisiensi tongkang untuk transit yang selama ini juga memakan biaya tinggi. 

"Walaupun sudah mentok karena sekarang ini contohnya hauling biasa kami sekitar mungkin 100.000 per ton per 100 km, sekarang bisa 120-130 km karena harga BBM yang juga tinggi," terangnya. 

Apabila kebijakan baru DHE ini diterapkan untuk jangka panjang, efisiensi juga tak hanya dilakukan dalam hal operasional, melainkan juga negosiasi kontrak dengan pembeli. 

"Kami tidak bisa serta mereka juga menaikkan harga tetapi ke depan artinya setelah kebijakan DHE ini betul-betul berlaku kami akan melakukan negosiasi kontrak kepada buyer-buyer kami di luar negeri," jelasnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper