Bisnis.com, JAKARTA — Kepala Ekonom PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) Banjaran Surya Indrastomo menilai rupiah masih akan melemah dan inflasi masih terjaga rendah, setidaknya pada Februari 2025.
Banjaran pelemahan nilai tukar rupiah beberapa waktu belakangan diakibatkan oleh sentimen eksternal, terutama penguatan dolar Amerika Serikat (AS). Menurutnya, penerapan sejumlah kebijakan pemerintahan baru AS di bawah presiden Donald Trump yang cenderung proteksionis mendorong penguatan indeks dolar AS.
"Rupiah diperkirakan masih melanjutkan tren pelemahan dalam jangka pendek, tertekan oleh sentimen eksternal," ujar Banjaran kepada Bisnis, Selasa (4/2/2025).
Kendati demikian, dia meyakini Bank Indonesia (BI) memiliki daya intervensi agar pelemahanan rupiah tidak semakin memburuk. Banjaran meyakini BI bisa melakukan intervensi di pasar spot, Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), dan pasar surat berharga agar cadangan devisa negara tetap kuat.
Apalagi, penanaman modal asing tumbuh melampaui ekspektasi pasar yaitu sebesar 33,3% pada Kuartal IV/2024. Oleh sebab itu, sambungnya, sentimen positif perekonomian domestik ke depan masih besar.
Sementara itu, dia menilai inflasi masih terjaga tetap rendah dalam jangka pendek terutama karena andil diskon tarif listrik dari pemerintah yang berlaku hingga akhir Februari 2025.
Baca Juga
"Inflasi diperkirakan tetap rendah di kisaran 1,3% yoy [year on year/secara tahunan] pada Februari 2025 mengingat kebijakan insentif tarif listrik dari pemerintah masih berlaku," jelasnya.
Menurut Banjaran, kenaikan inflasi baru akan terjadi pada Maret 2025 seiring periode Ramadan yang akan mendorong konsumsi masyarakat.
Senada, Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede memproyeksikan inflasi baru akan melonjak pada Maret 2025 usai diskon tarif listrik akan berakhir.
Secara keseluruhan, Josua pun memproyeksikan tingkat inflasi mencapai sekitar 2,33% pada akhir tahun 2025. Proyeksi tersebut meningkat dari 1,57% pada akhir tahun 2024.
Sekalipun inflasi cenderung terkendali hingga akhir 2025, namun Josua melihat BI tidak akan serta merta menurunkan suku bunga acuan. Menurutnya, ketidakpastian kondisi global membuat BI punya ruang kecil menurunkan suku bunga.
"BI juga perlu mempertimbangkan perkembangan nilai tukar rupiah yang akan banyak dipengaruhi oleh sentimen global baik dari kebijakan Trump terkait tarif impor, perlambatan ekonomi Tiongkok serta, ketidakpastian geo politik global terutama di Timur Tengah," jelas Josua kepada Bisnis, Senin (3/2/2025).