Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bos Pupuk Indonesia Bongkar Masalah Pupuk Subsidi, Perencanaan hingga Operasional

Dirut Pupuk Indonesia mengungkapkan sejumlah masalah yang terjadi di pupuk subsidi. Permasalahan tersebut berkaita soal perencanaan hingga operasional
Petani padi melakukan pemupukan di lahan sawahnya dengan pupuk urea bersubsidi - Istimewa.
Petani padi melakukan pemupukan di lahan sawahnya dengan pupuk urea bersubsidi - Istimewa.

Bisnis.com, JAKARTA — Bos PT Pupuk Indonesia (Persero) mengungkap masalah penyaluran pupuk yang terjadi di lingkup internal sepanjang 2024.

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IV di Kompleks DPR, Jakarta, Selasa (4/2/2025), Direktur Utama Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi mengatakan permasalahan  penyaluran secara umum berkutat pada perencanaan dan operasional.

“Selama 2024, ada isu penyaluran pupuk bersubsidi yang secara umum terdiri dari persoalan perencanaan dan operasional,” beber Rahmad.

Rahmad mengatakan bahwa masalah yang terjadi di perencanaan salah satunya terkait dengan volume alokasi yang bervariasi dari tahun ke tahun menyesuaikan anggaran.

Namun, dia menegaskan bahwa isu ini telah ditindaklanjuti dengan perubahan kebijakan sesuai dengan arahan Menteri Pertanian dengan mengubah paradigma pupuk subsidi dari berbasis anggaran menjadi berbasis volume.

Rahmad juga mengungkap bahwa pada 2024 terindikasi ada sekitar 3 juta petani yang tidak menebus pupuk. 

“Ini sudah dilakukan perbaikan, di mana pemerintah telah mengizinkan update data RDKK setiap 4 bulan sekali dan audit penerima subsidi,” jelasnya.

Masalah lainnya yang terjadi dalam penyaluran pupuk bersubsidi adalah pengurangan komoditas penerima subsidi  dari 70 menjadi 9 sejak 2023. 

Dari sisi tata kelola, lanjut dia, masalah lainnya adalah Surat Keputusan (SK) Gubernur dan Bupati yang baru diterbitkan pada 7 Juni 2024. Adapun tindak lanjut imbas masalah itu adalah Kementerian Pertanian (Kementan) telah menetapkan bahwa SK alokasi di tingkat I maupun II cukup ditandatangani dengan kepala dinas pertanian setempat.

“Dari sisi operasional, petani belum bisa menebus [pupuk] secara optimal di awal tahun karena terlambatnya SK alokasi daerah dan ini sudah dilakukan percepatan,” terangnya.

Lebih lanjut, Rahmad menyatakan bahwa harga eceran tertinggi (HET) juga menjadi permasalahan saat penyaluran pupuk bersubsidi.

“Selama ini persepsinya adalah HET diterima petani, sementara aturannya adalah HET di kios. Oleh karenanya, sosialisasi terus kami lakukan agar petani mengetahui bahwa HET yang ditetapkan adalah HET di kios,” ujarnya.

Di samping itu, tidak adanya anggaran pengawasan oleh KP3 membuat pengawasan penyaluran pupuk bersubsidi menjadi lebih rumit.

Kendati demikian, Pupuk Indonesia telah bekerja sama dengan aparat penegak hukum dan penerapan disiplin atas pelanggaran oleh distributor atau pengecer, dan perusahaan telah memberhentikan 7 distributor dan masih ada yang tengah dalam pembinaan.

“Lemahnya administrasi antara distributor dan kios sudah kita atasi dengna sistem digital sehingga tidak ada lagi perlu pelaporan secara manual,” pungkasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rika Anggraeni
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper