Bisnis.com, JAKARTA — Rasio perpajakan terhadap produk domestik bruto pada 2024 tercatat hanya 10,08% atau lebih rendah dari realisasi tahun sebelumnya, dengan tax ratio mencapai 10,31.
Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengaku tidak heran dengan fakta tersebut karena pertumbuhan ekonomi juga melambat.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan ekonomi selama 2024 mencapai 5,03%. Angka tersebut melambat dibandingkan realisasi pertumbuhan ekonomi 2023 sebesar 5,05%.
Fajry menjelaskan bahwa banyak penelitian menunjukkan kinerja rasio pajak negara berkembang seperti Indonesia cenderung bersifat procyclical atau bergerak searah siklus ekonomi.
"Jadi, kalau ekonomi lebih rendah dari tahun lalu maka tax ratio-nya [rasio pajaknya] juga akan menurun lebih dalam," jelas Fajry kepada Bisnis, Kamis (6/2/2025).
Apalagi, menurutnya, kinerja penerimaan pajak 2024 lebih berat dibandingkan tahun 2023. Dia menjelaskan bahwa penerimaan PPh Badan pada 2023 masih terbantu dari adanya booming harga komoditas tahun 2022.
Baca Juga
Sebaliknya, kinerja korporasi 2023 yang memburuk menjadi beban kinerja penerimaan PPh Badan 2024 sehingga terkontraksi sampai 18,1%. Beruntung, jelas Fajry, penerimaan pajak tahun lalu terdorong kinerja penerimaan PPh 21 yang tumbuh 21,1%.
Oleh sebab itu, dia pun memproyeksikan rasio pajak 2025 bisa meningkatkan apabila pertumbuhan ekonomi lebih baik dibandingkan 2024. Terlebih dampak pelemahan harga komoditas sudah hilang sehingga Fajry meyakini penerimaan PPh Badan tahun ini akan tumbuh positif.
Pertanyaannya, seberapa besar? Fajry pun coba bercermin lewat kinerja penerimaan pajak pada 2022. Saat itu, ekonomi tumbuh 5,3%, lalu kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11%, dan terdapat program pengungkapan sukarela (PPS) pengemplang pajak.
Hasilnya, rasio pajak mampu naik sampai 10,39% (pajak pusat) dan 11,71% (pajak pusat dan sumber daya alam) pada 2022.
Untuk 2025, pemerintah sendiri sudah menargetkan rasio pajak cukup lebih tinggi yaitu mencapai kisaran 11,2% hingga 12%. Fajry menghitung target rasio pajak tersebut bisa tercapai apabila ekonomi tumbuh minimal 5,7%.
"Cuma, apakah mungkin ekonomi kita dapat tumbuh 5,7% pada tahun ini? Awal tahun saja banyak isu pelemahan daya beli. Jadi, untuk mencapai target tax ratio lebih dari 11% bukan pekerjaan mudah," tutupnya.
Sebagai informasi, rumus perhitungan rasio pajak yaitu: (total penerimaan perpajakan / produk domestik bruto) × 100%.
Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), produk domestik bruto (PBD) atas dasar harga berlaku mencapai Rp22.139 triliun pada 2024.
Sementara itu, berdasarkan pembukuan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebelum diaudit, realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp2.232,7 triliun pada 2024. Perinciannya, penerimaan pajak sebesar Rp1.932,4 triliun dan penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai Rp300,2 triliun.
Jika kita masukkan datanya maka: (Rp2.232,7 triliun / Rp22.139,0 triliun) × 100% = 10,08%.
Artinya rasio pajak (dalam arti luas) sebesar 10,08% pada 2024. Angkanya menjadi lebih kecil apabila penerimaan kepabeanan dan cukai tidak diikutsertakan, yaitu rasio pajak dalam arti sempit, yang pada 2024 hanya sebesar 8,72%.
Secara historis, sejak Presiden Jokowi mengambil alih pemerintahan pada 2014, rasio pajak memang tidak pernah berada di atas 11%—bahkan lebih sering berada di angka satu digit. Padahal, ketika kampanye Pilpres 2019, Jokowi berjanji akan menggenjot rasio pajak hingga 12,2%.
Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto sempat mengungkapkan ambisinya agar rasio pajak mencapai 16% terhadap PDB. Dia menjelaskan, rasio pajak Indonesia yang kerap berada di angka 10% tergolong kecil.
Prabowo membandingkan rasio pajak Indonesia tersebut dengan dengan sejumlah negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, hingga Kamboja yang rasio pajaknya jauh lebih besar yaitu di kisaran 16%—18% terhadap PDB.
Dia mengungkapkan salah satu upaya yang bakal dilakukannya adalah melakukan efisiensi dalam pengelolaan anggaran hingga memperluas wajib pajak.
"Tenang saja, saya rasa itu bisa dilakukan dari 10% kita bisa naikkan menjadi 16% seperti Thailand. Kalau sekarang US$1.500 miliar dari GDP, jika naik ke 16% maka meningkat signifikan menjadi US$1.900 miliar," kata Prabowo di acara Mandiri Investment Forum (MIF) 2024, Selasa (5/3/2024).