Peneliti dari Center of Reform on Economics Eliza Mardian menilai, perombakan direksi dengan melibatkan TNI merupakan upaya pemerintah untuk mempercepat penyerapan 3 juta ton setara beras.
Menurutnya, perlu ada percepatan untuk menyerap gabah di tingkat petani dengan melibatkan TNI sebelum panen raya berlangsung. Apalagi, saat ini terjadi anomali di mana harga gabah di tingkat petani rata-rata sekitar Rp5.000 per kilogram (kg), atau lebih rendah dari harga yang dipatok pemerintah sebesar Rp6.500 per kg.
Jika kondisi ini terus dibiarkan, dia khawatir harga gabah saat panen akan semakin anjlok.
“Memang diperlukan gerak cepat karena ini instruksi dari Pak Presiden [Prabowo Subianto]. Memang kalau misalkan pendekatan militer itu kan dia komando dari atas, dari pusat itu akan cepat sampai daerah,” ujarnya.
Tuai Polemik
Penunjukkan Novi menjadi Dirut Bulog menimbulkan perdebatan. Sebagai informasi, Novi sejak Februari 2024 hingga saat ini masih menjabat sebagai Asisten Teritorial Panglima TNI.
Pria kelahiran 10 November 1971 di Bangkalan, Jawa Timur itu merupakan lulusan Akademi Militer (Akmil) dari Satuan Infanteri atau Kopassus.
Baca Juga
Novi bahkan mengakui bahwa dirinya hingga saat ini masih aktif sebagai prajurit TNI.
“Ya masih aktivitas [sebagai prajurit TNI],” kata Novi kepada awak media di Kantor Kementerian Pertanian (Kementan), Minggu (9/2/2025).
Jenderal TNI bintang dua ini menuturkan, posisi Dirut Perum Bulog yang diembannya saat ini merupakan arahan dari Presiden Prabowo Subianto. Untuk itu, dia akan melaksanakan penugasan yang ada, termasuk menyerap 3 juta ton setara beras hingga April 2025 guna mencapai swasembada pangan.
Setara Institute menilai, pengangkatan TNI Aktif sebagai Direktur Bulog menambah daftar pengingkaran dan/atau pelanggaran atas ketentuan Pasal 47 ayat (1) dan (2) Undang-undang No. 34/2004 tentang TNI (UU TNI) di awal pemerintahan Prabowo-Gibran.
Peneliti HAM dan Sektor Keamanan Setara Institut Ikhsan Yosarie mengatakan, kukuhnya pemerintah dalam menempatkan militer pada jabatan sipil meskipun melanggar ketentuan UU TNI, semakin memperlihatkan ketiadaan visi reformasi TNI di awal pemerintahan Prabowo-Gibran.
“...terutama dalam aspek memastikan TNI fokus sebagai alat negara di bidang pertahanan, sebagaimana amanat Konstitusi dan UU TNI,” ungkap Ikhsan dalam keterangannya, Senin (10/2/2025).
Lebih lanjut, dia menyebut bahwa penguatan militerisme pada ruang-ruang sipil di awal pemerintahan Prabowo memperlihatkan watak dan substansi dwifungsi militer yang masih kental.
Sebab pemerintahan menempatkan militer sebagai solusi atas semua problematika pembangunan, sehingga pelibatan militer dianggap menjadi manifestasi akselerasi pembangunan.
Menurutnya, paradigma ini memperlihatkan pemerintah masih menempatkan kondisi Orde Baru sebagai patokan dalam pembangunan melalui dwifungsi ABRI ketika itu.
“Padahal berbagai perkembangan konsep pemerintahan, seperti good governance hingga collaborative governance dapat menjadi konsep menuju pembangunan yang demokratis,” ujarnya.