Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku usaha industri alas kaki dan persepatuan ramai-ramai bertandang ke kantor Dewan Ekonomi Nasional (DEN) untuk bertemu dengan Luhut Pandjaitan untuk meminta dukungan percepatan akses pasar ke Uni Eropa.
Ketua Bidang Perdagangan Internasional Devi Kusuma Ningtyas Aprisindo mengatakan Eropa merupakan pasar ekspor terbesar kedua dan potensial pertumbuhannya. Untuk itu, pihaknya meminta pemerintah mempercepat perjanjian perdagangan internasional lewat kesepakatan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA).
"Jadi tadi kita menyampaikan ke Pak Luhut, supaya bisa didorong juga untuk market access, terutama Uni Eropa. Kalau sekarang Amerika kan, mungkin sekarang mereka ya sudah nggak bisa dijadikan, it's not reliable trading partner," kata Devi saat ditemui di Kantor Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Jumat (21/2/2025).
Kesepakatan tersebut dinilai dapat mengurangi tarif bea masuk produk alas kaki ke pasar Eropa. Terlebih, dia melihat sinyal positif dari penyelesaian kesepakatan Free Trade Agreement (FTA) dengan Kanada.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) nilai ekspor dari 5 negara Eropa yaitu Austria, Belgia, Bulgaria, Denmark, dan Prancis mencapai US$602,7 juta sepanjang 2024 atau turun dari US$769,3 juta pada 2023 dan lebih rendah dari tahun 2022 yang mencapai US$977,5 juta.
Untuk itu, pengusaha alas kaki mendorong pemerintah untuk segera menyelesaikan kesepakatan IEU-CEPA yang sudah 9 tahun belum mendapat kepastian. Dia menerangkan bahwa Eropa merupakan pasar utama untuk produk sepatu, alas kaki, hingga garmen.
Baca Juga
"Jadi tadi kita menyampaikan ke pak Luhut, supaya bisa didorong juga untuk market access, terutama Uni Eropa. Kalau sekarang Amerika kan, mungkin sekarang mereka ya sudah gak bisa dijadikan, it's not reliable trading partner. Mungkin yang lebih predictable, yang selalu menjalankan komitmennya, Uni Eropa.
Lewat percepatan kesepakatan tersebut, pihaknya meyakini kinerja ekspor alas kaki ke Eropa akan meningkat, sekaligus menciptakan lapangan pekerjaan yang besar. Selain akses pasar, sebagai industri padat karya yang berorientasi ekspor, pihaknya membutuhkan dukungan dari sisi kebijakan ketenagakerjaan.
Selain itu, Apirisindo juga meminta pemerintah untuk memperkuat iklim investasi, utamanya perbaikan dari sisi permasalahan perizinan. Dalam hal ini, Luhut disebut akan membuat task force khusus untuk membantu industri padar karya dengan mendukung investasi baru maupun eksisting.
"Jadi istilahnya ekosistem untuk labor policy seperti produktifitas, terus abis itu formulasi pengupahan, gimana keterlibatan dan dialog ini bisa antara bengsaha, pemerintah dan pekerjaan ini bisa terus dilaksanakan," ujarnya.
Devi juga tidak memungkiri investor saat ini masih wait and see menantikan kebijakan khususnya terkait perdagangan internasional sebagai akses pasar ekspor.
"Tadi PR-nya kan banyak juga. Gimana kita bisa lebih kompetitif dalam hal market access dibandingkan Vietnam dan segala macam. Kalau misalnya itu bisa dibenahi ya tentunya harapannya ke depan ya ada investasi baru, cuma untuk sekarang banyak investor yang masih wait and see," jelasnya.
Lebih lanjut, Devi menegaskan bahwa hal tersebut kesepakatan IEU-CEPA harus segera dijalankan agar momentum mendongkrak kinerja ekspor tak tertinggal dan dimanfaatkan negara lainnya.
"Sekarang kan Uni Eropa juga lagi dalam diskusi untuk free trade agreement, kan Vietnam udah selesai nih. Jadi mereka juga lagi diskusi sama Thailand, sama Filipina, sama Malaysia, sama India. Nah sekarang nih gimana? Kita udah 9 tahun. Kita masih mau ketinggalan lagi atau enggak?" pungkasnya.