Bisnis.com, JAKARTA — Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) mengungkap sebanyak 939.038 pekerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) imbas impor ilegal dan kebijakan relaksasi impor.
Presiden KSPN Ristadi mengatakan sebanyak 939.038 pekerja yang menjadi korban PHK itu berasal dari 14 jenis sektor usaha (klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia/KBLI).
Adapun, ratusan ribu pekerja yang terkena PHK ini merupakan data yang mengacu pada data Survei Angkatan Kerja Nasional Badan Pusat Statistik (Sakernas BPS) Agustus 2024–Februari 2025.
“Pada periode yang sama terjadi pertumbuhan penyerapan tenaga kerja sebanyak 523.383 pekerja. Dengan demikian, di periode tersebut terjadi pengurangan tenaga kerja sebanyak 415.655 pekerja, dan yang paling banyak terjadi di sektor tekstil, produk tekstil dan alas kaki,” kata Ristadi dalam keterangan tertulis yang diterima Bisnis, Jumat (8/8/2025).
Kendati begitu, Ristadi mengatakan pada kuartal II/2025, pertumbuhan industri mencapai 5,68%. Angkanya lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi, sehingga angka PHK melandai. “Karena utilisasi produksi turunnya tidak setajam sebelumnya dan ada investasi baru tumbuh sehingga walau masih terjadi PHK, tetapi tidak sebanyak waktu sebelumnya,” imbuhnya.
Namun, Ristadi menyatakan ancaman PHK besar akan terus membayangi jika barang-barang impor dengan harga lebih murah terus membanjiri pasar domestik.
Baca Juga
“Ditambah menurunnya tingkat konsumsi dalam negeri, termasuk konsumsi belanja pemerintah kepada industri barang jasa yang roda bisnisnya menggantungkan dari belanja-belanja pemerintah juga konsumsi rumah tangga,” ungkapnya.
Pasalnya, berdasarkan pengamatan dan survei yang dilakukan KSPN di lapangan, gelombang PHK terjadi salah satunya imbas membanjirnya barang impor di pasaran yang harganya lebih murah.
“Hal ini akibat relaksasi kebijakan impor yang kemudian ‘diakali’ oknum importir membuka pintu lebar aktivitas impor ilegal yang tidak terkendali,” tuturnya.
Imbasnya, ungkap dia, barang produksi dalam negeri tidak terjual di pasaran sehingga menurunkan utilisasi perusahaan dan menimbulkan PHK.
Selain itu, Ristadi menuturkan kebijakan efisiensi anggaran belanja negara juga berdampak pada menurunnya industri jasa dan barang. Alhasil, industri barang jasa yang selama ini menggantungkan roda bisnis dari belanja pemerintah terpuruk dan melakukan PHK.
Untuk itu, KSPN meminta pemerintah agar pelaksanaan revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2025 (Permendag 8/2024), terutama soal teknis pengetatan dan pengendalian impor harus berjalan sesuai jalur. “Tutup celah peluang oknum importir mengakalinya,” imbuhnya.
Selain itu, KSPN juga meminta agar pemerintah menindak tegas pelaku impor ilegal beserta jaringannya.
Serta, Ristadi meminta agar pemerintah meningkatkan kembali belanja kepada industri barang dan jasa dalam negeri yang memenuhi kebijakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN). Dengan begitu, sambung dia, rantai pasok barang dalam negeri dari hulu bisa bergerak terserap. Menurutnya, peningkatan belanja pemerintah ini akan lebih mendongkrak pertumbuhan ekonomi.