Bisnis.com, JAKARTA – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengungkap adanya potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang dilakukan perusahaan Jepang di Tanah Air. Perusahaan ini utamanya bergerak di sektor otomotif dan elektronik.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, produsen truk asal Jepang seperti Toyota, Hino, Mitsubishi, dan Isuzu dikabarkan bakal melakukan efisiensi karyawan. Informasi itu diterima Said dari serikat pekerja di perusahaan tersebut.
“Kita terima tentang [produsen] truk dan dump truk akan kemungkinan efisiensi adalah dari Serikat Pekerjanya, bukan dari manajemennya. Serikat tahu hasil diskusi ini [dari] perusahaan. Kan mereka ada rapat rutin bulanan,” ungkap Said kepada wartawan di Kompleks Kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Kamis (20/3/2025).
Said menuturkan, rencana efisiensi itu dipicu oleh maraknya impor truk dan dump truk dari China. Dia menilai, banjirnya impor truk dan dump truk dari Negeri Tirai Bambu disebabkan oleh Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.8/2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Selain itu, Said juga mengungkap akan ada dua perusahaan elektronik di Bekasi, Jawa Barat yang bakal direlokasi ke China. Kendati begitu, Said belum dapat mengungkap nama kedua perusahaan tersebut.
Dia menyebut, setidaknya akan ada ribuan orang yang di PHK imbas adanya relokasi kedua perusahaan elektronik itu.
Baca Juga
Untuk itu, dia meminta pemerintah untuk menanggapi kasus PHK di Tanah Air secara serius dengan mengeluarkan kebijakan yang dapat melindungi industri dalam negeri.
“Oleh karena itu, pemerintah harus sungguh-sungguh. Ini badai PHK,” katanya.
Berdasarkan data KSPI dan Partai Buruh, setidaknya sebanyak 60.000 pekerja ter-PHK dari 50 perusahaan pada Januari-Februari 2025 dengan berbagai macam alasan. Diantaranya, karena perusahaan pailit.
Said mengungkap, dari total 50 perusahaan yang melakukan PHK, 15 perusahaan diantaranya dinyatakan pailit dengan total pekerja yang dirumahkan mencapai 30.000 pekerja. Penyebab lainnya, kata dia, adalah efisiensi dan relokasi demi menekan biaya.
Menurutnya, ketiga faktor tersebut terjadi lantaran daya beli masyarakat yang terus menurun, yang berujung pada menurunnya jumlah produk yang diproduksi.
“Ini harus diperhatikan benar oleh pemerintah,” pungkasnya.