Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Anggaran Baru Cair Juli, Makan Bergizi Gratis di Wilayah 3T Tertunda

Program Makan Bergizi Nasional tidak bisa langsung dilaksanakan di wilayah 3T karena memerlukan kesiapan anggaran, maupun infrastruktur dan pelayanan.
Siswa SDN 03 Rorotan, Jakarta bersama kotak makanannya saat mengikuti simulasi program makan bergizi gratis, Senin (30/9/2024). / Bloomberg-Rosa Panggabean
Siswa SDN 03 Rorotan, Jakarta bersama kotak makanannya saat mengikuti simulasi program makan bergizi gratis, Senin (30/9/2024). / Bloomberg-Rosa Panggabean

Bisnis.com, JAKARTA — Badan Gizi Nasional mengungkap bahwa anggaran Rp100 triliun untuk program Makan Bergizi Gratis baru akan cair pada Juli mendatang.

Nantinya, dana jumbo ini akan dialokasikan untuk membangun Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) MBG di wilayah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T).

Kepala BGN Dadan Hindayana menjelaskan, untuk membangun SPPG di wilayah 3T membutuhkan dana yang berbasis dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

“Jadi memang banyak masukan ke kita, kenapa tidak di daerah 3T dulu, tidak di daerah yang terpencil dulu. Kami harus jelaskan bahwa itu baru akan bisa dilaksanakan kalau APBN-nya sudah bisa, dan baru akan selesai di akhir Juli,” jelas Dadan dalam CNBC Indonesia Food Summit 2025, Jakarta, Rabu (19/3/2025).

Alhasil, lanjut dia, pelayanan-pelayanan di wilayah 3T baru akan dilaksanakan mulai Agustus mendatang. Adapun untuk saat ini, layanan SPPG baru dalam perencanaan.

“Sebentar lagi akan tender, kemudian dibangun, diisi, dan itu kami akan targetkan ke daerah-daerah yang mungkin sulit dijangkau oleh para investor [di wilayah 3T],” tuturnya.

Hingga saat ini, tercatat sudah ada 1.000 SPPG yang melayani lebih 3 juta penerima manfaat MBG di Tanah Air.

Dadan menyatakan setiap SPPG melayani 3.000 anak. Di mana, setiap SPPG akan membutuhkan bahan baku 200 kilogram beras, 3.000 telur, 350 kilogram ayam, 300 kilogram sayur, 350 kilogram buah, dan 30—40 liter susu setiap hari.

Jika program prioritas yang diusung Presiden Prabowo itu melayani 82,9 juta penerima manfaat, BGN akan membutuhkan 82,9 juta butir telur atau setara dengan 5.000 ton telur dalam sehari. Dengan kata lain, BGN membutuhkan 120 juta ayam untuk mendapatkan 82,9 juta butir telur.

“Jadi ini sebetulnya tantangan terbesar bagi maka bergizi. Bukan bagaimana menyalurkan, karena itu pasti kami bisa lakukan, yakin sekali. Tapi bagaimana memenuhi rantai pasok yang dibutuhkan oleh Badan Gizi ketika harus masak,” tuturnya.

Dadan menjelaskan bahwa bahan baku MBG mayoritas berasal dari produk pertanian atau dengan persentase 95%. Sayangnya, dia menyebut kelemahan pertanian di Indonesia saat ini adalah tidak adanya jaminan pasar.

“Makanya tidak heran kalau kita lihat nilai tukar peternakan hanya 100. Para pengusaha peternakan itu kalau berusaha hanya cukup untuk makan, tidak ada untuk investasi,” ujarnya.

Menurutnya, dengan hadirnya BGN akan membuat nilai tukar petani peternakan (NTPT) menjadi 150. Di mana, peternak bisa melakukan investasi sekaligus pendidikan dengan persentase 50%. Bahkan, dia menyebut NTPT Indonesia turun lantaran pasokan telur dan ayam melebihi permintaan (oversupply).

“Karena yang mampu membeli telur dan ayam termasuk protein lainnya hanya 30% penduduk Indonesia. Padahal 60% anak kita kekurangan gigi. 60% anak kita tidak pernah minum susu,” pungkasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper