Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengatakan bahwa pemerintah Amerika Serikat (AS) turut menyoroti program swasembada pangan yang menjadi prioritas Presiden Prabowo Subianto.
Mendag mengatakan beberapa waktu lalu telah bertemu dengan Duta Besar Amerika Serikat (Dubes AS) guna membahas kebijakan Presiden AS Donald Trump.
Dalam pertemuan tersebut, Budi mengungkap bahwa Dubes AS memberikan kisi-kisi kebijakan Indonesia yang tengah ‘dipelototi’ oleh pemerintahan Trump, mengingat Indonesia merupakan salah satu negara penyumbang defisit perdagangan terbesar bagi AS.
“Itu mau dipelototin, biasanya yang dipelototin terkait kebijakan, ada nggak yang menghambat akses pasar dia masuk ke sini, termasuk juga tarifnya,” kata Budi ketika melakukan kunjungan ke Kantor Bisnis Indonesia, Jakarta, Selasa (25/3/2025).
Program swasembada pangan menjadi salah satu yang disorot oleh Dubes AS. Pasalnya, Budi mengungkap, ada perbedaan persepsi antara pemerintah AS dan Indonesia mengenai program tersebut.
Budi mengatakan, pemerintah AS menyimpulkan bahwa pemerintah Indonesia menutup keran impor semua komoditas pertanian melalui program swasembada pangan.
Baca Juga
Hal tersebut lantas langsung dibantah olehnya. Kepada Dubes AS, Budi menuturkan bahwa swasembada pangan yang dimaksud yakni Indonesia mampu memenuhi kebutuhan pangan dari produksi dalam negeri, bukan menutup keran impor produk pertanian.
Apalagi, kata Budi, terdapat sejumlah komoditas pertanian yang tampaknya tidak dapat mencapai swasembada, seperti anggur dan apel.
“Apel kan kita nggak sanggup. Jadi dia kira nggak boleh impor. Ini salah satu yang harus kita jelaskan, jangan sampai informasi yang salah sampai ke pimpinan dan mereka buat kebijakan yang kurang pas untuk Indonesia,” tutur Budi.
Untuk itu, pemerintah Indonesia telah menyiapkan berbagai upaya agar tidak terdampak kebijakan Trump. Di antaranya, dialog strategis Indonesia-AS sebagai platform kerja sama ekonomi dan diplomasi perdagangan.
Selain itu, memperkuat komunikasi dan lobi strategis melalui utusan khusus, eksplorasi perjanjian dagang terbatas untuk pengurangan tarif dan penyelesaian isu non tarif yang menjadi kepentingan kedua negara.
Pemerintah juga berencana mereaktivasi dan memperbaharui Indonesia-US Trade and Investment Frame Agreement (Indonesia-US TIFA) yang dibentuk pada 1966, serta memperkuat kerja sama investasi di berbagai sektor strategis.