Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengungkap pelemahan rupiah menjadi salah satu alasan importir tak kunjung merealisasikan importasi bawang putih.
Staf Ahli Bidang Iklim Usaha dan Pengamanan Pasar Kemendag Tommy Andana mengatakan bahwa banyak importir belum melakukan realisasi bawang putih lantaran masih wait and see, imbas adanya kebijakan penyaluran bawang putih untuk keperluan operasi pasar selama puasa dan lebaran.
Berdasarkan survei yang dilakukan Kemendag, Tommy mengaku para pelaku usaha yang telah mengantongi persetujuan impor (PI) bawang putih rata-rata belum merealisasikannya. Salah satu penyebabnya adalah tingginya nilai tukar kurs.
“Kalau kami tanya itu jawabannya masih mengambang. Alasan katanya cuaca, alasannya juga karena misalnya tingginya kurs, kemudian juga ada beberapa yang mereka dikhawatirkan pada saat mereka barang datang untuk dijadikan operasi pasar,” kata Tommy dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi 2025, dikutip dari YouTube Kemendagri pada Rabu (26/3/2025).
Diketahui, Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada Rabu (26/3/2025) berada di level Rp16.609,5 per dolar AS.
Rupiah merosot ke level terendah sejak krisis 1998. Rupiah telah merosot 3% pada tahun ini, menjadi salah satu mata uang dengan kinerja terburuk di pasar berkembang.
Baca Juga
Di sisi lain, realisasi impor bawang putih berjalan lambat atau baru mencapai 15,61% atau sebanyak 35.292 ton dari alokasi persetujuan impor (PI) 2025.
Untuk diketahui, pemerintah melalui Kemendag telah menerbitkan sebanyak 39 PI untuk mengimpor 226.101 ton bawang putih di tahun ini.
Sementara itu, rencana importasi bawang putih yang akan tiba pada Maret adalah sebanyak 36.425 ton, April sebesar 28.375 ton, dan Mei 2025 sebanyak 15.515 ton.
Namun, Tommy menyampaikan Kemendag terus mendorong para importir untuk segera merealisasikan PI bawang putih.
“Ini sudah kami surati dan kami tekankan, mudah-mudahan para pelaku usaha pemegang PI bawang putih segera untuk merealisasikan persetujuan impor,” terangnya.
Sementara itu, berdasarkan informasi pedagang di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ), Tommy menyampaikan bahwa kondisi pasar saat ini sedang mengalami penurunan permintaan dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. Di mana, penurunan diperkirakan terjadi hingga 40% apabila dibandingkan 2 tahun sebelumnya.
Penurunan ini disinyalir lantaran adanya penurunan daya beli masyarakat, hal tersebut tercermin dari penurunan permintaan hampir semua komoditas buah dan sayur. Namun, Kemendag menegaskan bahwa penurunan permintaan ini bukan hanya komoditas bawang putih.
Merujuk Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) Kemenko Pangan pada 9 Desember 2024 dan Neraca Pangan 2025 dari Badan Pangan Nasional (Bapanas), stok awal 2025 untuk bawang putih adalah sebanyak 53.484 ton dengan perkiraan produksi 23.141 ton.
Di sisi lain, kebutuhan tahunan bawang putih mencapai 653.739 ton dan kebutuhan bulanan adalah 54.478 ton. Adapun, alokasi kebutuhan impornya adalah 550.000 ton dan perkiraan stok akhir 2025 adalah 6.206 ton bawang putih.