Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Presiden Partai Buruh Said Iqbal, memperingatkan adanya gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang mengancam sektor industri di Indonesia.
Dia menekankan bahwa prediksi ini muncul sebagai dampak dari kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang menaikkan tarif impor barang ke negaranya.
Menurut Said, gelombang PHK pertama sudah terjadi pada awal tahun ini hingga sekitar 60.000 buruh di lebih dari 50 perusahaan mengalami pemutusan kerja antara Januari hingga Maret 2025.
Kini, gelombang kedua diperkirakan akan menghantam lebih keras, dengan tambahan sekitar 50.000 buruh yang berisiko terkena PHK dalam tiga bulan ke depan pasca pemberlakuan tarif baru pada 9 April 2025.
" Ironisnya, hingga saat ini, belum ada langkah konkret dari pemerintah untuk mengantisipasi dampak kebijakan tarif AS tersebut. Tidak ada kepastian atau strategi nasional yang disiapkan untuk mencegah pengurangan produksi, penutupan perusahaan, atau PHK massal," ujarnya melalui pesan teks, Minggu (6/4/2025).
Dia melanjutkan bahwa sektor industri yang paling terdampak antara lain tekstil, garmen, sepatu, elektronik, makanan-minuman ekspor, serta sektor kelapa sawit, karet, dan pertambangan.
Baca Juga
Menurutnya, kebijakan tarif impor sebesar 32% dari AS membuat produk Indonesia menjadi tidak kompetitif di pasar Amerika, menyebabkan permintaan menurun, produksi ditekan, dan PHK menjadi pilihan efisiensi.
Said juga menyoroti buruknya perlakuan perusahaan terhadap hak buruh. Banyak buruh tidak mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR), termasuk buruh Sritex. Perusahaan aplikator seperti Gojek, Grab, dan Maxim hanya memberikan Bantuan Hari Raya (BHR) sebesar Rp50.000, jauh dari nilai yang layak.
KSPI dan Partai Buruh mengusulkan pembentukan Satuan Tugas (Satgas) PHK sebagai langkah konkret pemerintah dalam mengantisipasi krisis ketenagakerjaan. Selain itu, mereka mendorong re-negosiasi perdagangan dengan Amerika Serikat dan mengganti bahan baku impor, seperti kapas, dengan produk asal AS guna menekan tarif.
Mereka juga memperingatkan agar Indonesia tidak menjadi sasaran banjir barang murah dari negara lain seperti China. Salah satu usulannya adalah mencabut Permendag No. 8 Tahun 2023 yang dianggap membuka kran impor berlebihan.
“Karena itu, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8 Tahun 2023 harus segera dicabut dalam waktu dekat. Jika tidak, impor akan makin tak terkendali, produk dijual murah, dan pasar dalam negeri terancam. Pada akhirnya, hal ini hanya akan memperburuk gelombang PHK yang sudah ada,” pungkas Said Iqbal.