Bisnis.com, JAKARTA — Inflasi AS turun secara umum ke 2,8% pada Maret 2025, di tengah ancaman kenaikan harga imbas penerapan tarif resiprokal Presiden Tarif Donald Trump.
Dilansir dari Bloomberg, Kamis (10/4/2025), indeks harga konsumen (IHK)—tak termasuk harga pangan dan energi yang sering bergejolak—meningkat 0,1% dari Februari. Itu peningkatan terendah dalam sembilan bulan terakhir menurut data terbaru Biro Statistik Tenaga Kerja.
IHK secara keseluruhan turun 0,1% dari bulan sebelumnya, penurunan pertama dalam hampir lima tahun.
Perlambatan inflasi mencerminkan penurunan biaya energi, kendaraan bekas, biaya menginap di hotel, dan tiket pesawat. Biaya asuransi kendaraan bermotor — sumber utama inflasi dalam beberapa tahun terakhir — juga menurun.
Imbal hasil Treasury 10 tahun sedikit berubah setelah rilis angka inflasi. Sementara itu, S&P 500 dibuka lebih rendah dan dolar tetap melemah.
Laporan tersebut menunjukkan bahwa tarif Trump masih tidak berdampak jauh ke inflasi. Kendati demikian, hal tersebut dapat berubah dalam beberapa bulan mendatang terutama usai pungutan yang lebih tinggi yang diterapkan Trump mulai berlaku di seluruh perekonomian.
Baca Juga
Penurunan harga untuk jasa seperti menginap di hotel dan tiket pesawat mungkin merupakan tanda peringatan bahwa beberapa konsumen mengurangi pengeluaran diskresioner.
"Ini adalah ketenangan sebelum badai inflasi. Kita akan mendapatkan inflasi yang lebih tinggi dari tarif," kata David Kelly, kepala strategi global di JP Morgan Asset Management.
Menurut Kelly, penurunan inflasi malah menunjukkan menurunnya kinerja industri perjalanan.
Sementara itu, Trump mengumumkan penundaan penerbangan tarif resiprokal selama 90 hari pada hari Rabu (10/4/2025) waktu setempat—kurang dari 24 jam setelah tarif tersebut mulai berlaku.
Akibatnya, impor dari sebagian besar negara kini 'hanya' dikenakan bea masuk sebesar 10%. Di sisi lain, AS tetap mengenakan bea masuk untuk baja dan aluminium impor dan pungutan terhadap China kini mencapai 125%.