Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perdagangan (Kemendag) menegaskan industri kelapa sawit (crude palm oil/CPO) menjadi motor penggerak perekonomian Indonesia.
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (Dirjen PEN) Kemendag Fajarini Puntodewi mengatakan kelapa sawit menjadi komoditas kedua setelah batubara dalam menyumbang pertumbuhan ekonomi yang signifikan.
Terlebih, Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar di dunia dengan jumlah produksi mencapai 47 juta metrik ton. Angkanya lebih besar dibandingkan Malaysia yang di angka 19 juta ton dan Thailand dengan 3,45 juta ton.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), luas lahan perkebunan sawit Indonesia pada 2023 mencapai 15,43 juta hektare, atau hampir tiga kali lipat dibandingkan Malaysia yang seluas 5,65 juta hektare.
“Sektor palm oil ini sangat penting. Kalau saya sendiri pribadi mengatakan palm oil adalah engine-nya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Begitu pentingnya,” kata Punto dalam acara Editorial Circle ‘Driving responsible growth for palm oil industry’ di UOB Plaza, Jakarta, Selasa (22/4/2025).
Punto bahkan mengibaratkan industri sawit layaknya deru napas bagi Indonesia. Pasalnya, dia memandang perekonomian Indonesia salah satunya didorong oleh kegiatan ekspor kelapa sawit.
Baca Juga
“Kalau perekonomiannya nggak tumbuh, ini tentu kolaps kita. Nah, yang men-drive ekonomi supaya tumbuh kan aktivitas, kegiatan investasi dan juga ekspor. Ini semuanya ada di palm oil,” ujarnya.
Berdasarkan data Kemendag, rata-rata kontribusi nilai ekspor komoditas minyak kelapa sawit terhadap total nilai ekspor kelompok komoditas industri makanan mencapai 61,87% pada 2019–2023. Adapun, devisa yang dihasilkan dari sawit dalam lima tahun terakhir berada di kisaran US$22 miliar–US$39 miliar.
Selain itu, Punto menyampaikan kontribusi sawit terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia diestimasikan berkisar antara 2,5%—4,5%. Dari sisi tenaga kerja, industri kelapa sawit juga telah menyerap 16,2 juta tenaga kerja yang terbagi dalam banyak lini pada 2022.
“Ini [industri kelapa sawit] benar-benar mutiara hitam kita yang memang kita harus jaga,” ujarnya.
Punto mengungkap, industri kelapa sawit dalam negeri tetap harus dijaga agar tetap berkelanjutan untuk mendukung perekonomian di masa mendatang.
“Kita jaga bagaimana supaya ini terus berlanjut dan memang menjadi aset kita yang mendukung kehidupan kita, mendukung perekonomian kita,” pungkasnya.
Sebelumnya, BPS mengungkap nilai ekspor CPO dan turunannya pada Maret 2025 mencapai US$2,19 miliar atau turun 3,55% dibandingkan bulan sebelumnya yang senilai US$2,27 miliar.
Meski mengalami penurunan, nilai ekspor CPO dan turunannya mengalami peningkatan jika dibandingkan Maret 2024. Tercatat, nilai ekspor komoditas ini naik signifikan 40,85% secara tahunan (year-on-year/yoy) dari Maret 2024 yang hanya sebesar US$1,56 miliar.