Bisnis.com, JAKARTA — Anggota Komisi XII DPR RI Fraksi Gerindra Ramson Siagian mengungkapkan, Indonesia kemungkinan tidak akan menempuh skema pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) untuk mempercepat transisi energi.
Hal itu dia sampaikan usai Komisi XII DPR rapat secara tertutup dengan Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman P. Hutajulu dan Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo, Rabu (23/4/2025). Rapat itu membahas Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034.
Ramson mengatakan, yang akan dilakukan adalah phase down PLTU. Artinya, pemerintah akan melakukan pengurangan penggunaan dan operasional PLTU batu bara secara bertahap, bukan penghentian total dan pembongkaran.
"Soal itu jadi bukan pensiun dini, sebenarnya itu riskan juga," kata Ramson di Kompleks DPR RI.
Dia menjelaskan, PLTU akan berhenti beroperasi jika kontrak dengan produsen listrik swasta atau independent power producer (IPP) berakhir. Menurutnya, memang ada opsi untuk memensiunkan PLTU.
Namun, jika demand listrik masih tinggi dan suplainya belum siap menyesuaikan, maka PLTU tetap diandalkan. Apalagi, pembangunan pembangkit dari energi bersih membutuhkan waktu lebih lama.
Ramson mengatakan, kelak PLTU yang masih beroperasi akan menerapkan teknologi carbon capture and storage (CCS) atau carbon capture, utilization, and storage (CCUS) sehingga lebih ramah lingkungan.
"Jadi PLTU-nya bisa dibangun CCS, carbon capture storage. Jadi memang teknologi itu cukup bagus, cuma harus investasi. Kalau sudah investasi, harga per kWh tidak tinggi. Jadi CCUS atau carbon capture utility storage," ujar Ramson.
Ramson pun mengungkapkan pensiun dini PLTU terlalu riskan untuk ketahanan energi di Tanah Air. Sebab, jika PLTU langsung dimatikan, suplai bisa defisit.
"Jadi itu kalau langsung dihapus itu PLTU bisa-bisa kita defisit supply energi listrik. Kan berbahaya itu," ucapnya.
Baca Juga
Sementara itu, pemerintah baru saja merilis aturan terkait ketentuan pensiun dini PLTU.
Hal ini sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 10 Tahun 2025 tentang Peta Jalan (Road Map) Transisi Energi Sektor Ketenagalistrikan yang ditetapkan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pada 10 April 2025.
Dalam beleid itu, pensiun dini PLTU akan dilakukan dengan memperhatikan sejumlah kriteria. Pensiun dini PLTU juga dilakukan sebagai langkah menuju transisi energi.
Adapun, pensiun dini akan menyasar pada PLTU yang memenuhi kriteria seperti kapasitas, usia pembangkit, utilisasi, dan emisi gas rumah kaca PLTU. Lalu, nilai tambah ekonomi, ketersediaan dukungan pendanaan dalam negeri dan luar negeri, serta ketersediaan dukungan teknologi dalam negeri dan luar negeri.
Selain kriteria tersebut, pensiun dini PLTU juga memperhatikan keandalan sistem kelistrikan, dampak kenaikan biaya pokok penyediaan tenaga listrik terhadap tarif tenaga listrik, dan penerapan aspek transisi energi berkeadilan (just energy transition).
Lebih lanjut, dalam hal terdapat ketersediaan dukungan pendanaan, pelaksanaan pensiun dini PLTU harus didahului dengan kajian. Adapun, kajian itu dilakukan oleh PLN berdasarkan penugasan dari menteri.
Selain itu, kajian pensiun dini PLTU disusun dengan tiga ketentuan. Pertama, dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 6 bulan terhitung sejak penugasan dari menteri.
Kedua, memuat paling sedikit aspek teknis, aspek hukum, aspek komersial, dan aspek keuangan termasuk sumber pendanaan, serta penerapan prinsip tata kelola yang baik dan prinsip business judgement rules. Ketiga, dapat memanfaatkan berbagai kajian dari lembaga independen sebagai referensi tambahan.