Bisnis.com, JAKARTA — Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) mewanti-wanti desa bisa terkena krisis pangan imbas lahan pangan yang kini beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit.
Kepala Divisi Advokasi SPKS Marselinus Andri menyebut, alih fungsi lahan pangan menjadi kebun sawit ini akan berdampak pada krisis pangan di suatu desa.
“Ekspansi sawit juga tentu berdampak kepada alih fungsi lahan masyarakat dan juga alih fungsi lahan masyarakat adat di pedesaan menjadi sawit. Ini juga akan menimbulkan kerawanan pangan juga bagi teman-teman masyarakat di pedesaan,” kata Marselinus dalam Forum Editor: Potret Konflik Sawit dan Pentingnya Penerapan Prinsip Keberlanjutan di Arya Duta Menteng, Jakarta, Rabu (30/4/2025).
Dia menjelaskan fenomena alih fungsi ini bisa terjadi meski perusahaan tidak melakukan produksi di kawasan hutan dan konservasi.
Sebab, lanjut dia, praktik monokultur skala luas dan daya tarik ekonomi sawit membawa dampak alih fungsi lahan perkebunan non-sawit dan lahan pertanian pangan menjadi perkebunan sawit.
Selain itu, Marselinus menyebut, kebun sawit juga masih menimbulkan polusi dan pencemaran, meskipun perusahaan telah memiliki legalitas di bidang lingkungan hidup.
Baca Juga
Di samping itu, meskipun kebun inti dan kebun plasma tidak berada di kawasan hutan, beraneka pemasok tandan buah segar (TBS) sawit ke pabrik kelapa sawit. Alhasil, potensial perusahaan perkebunan tidak mampu mengendalikan rantai pasok yang bebas deforestasi.
Untuk itu, dia merekomendasikan agar perlunya pemajuan hak asasi manusia (HAM) melalui pendidikan dan sosialisasi hak petani untuk pemerintah daerah (pemda), perusahaan, dan petani.
“Komitmen HAM perusahaan belum selaras dengan mekanisme internal perusahaan dalam merespons keluhan petani sehingga perlu perbaikan komitmen mekanisme bisnis dan HAM di perusahaan terutama terkait dengan hak-hak petani,” ujarnya.
Lebih lanjut, menurutnya, pemerintah daerah juga perlu lebih pro aktif terlibat dalam penyelesaian masalah-masalah HAM di wilayahnya, terutama terkait dengan wilayah izin perkebunan sawit.
“Hak petani seharusnya masuk dalam kepatuhan terhadap undang-undang dan sejumlah pendekatan berkelanjutan,” imbuhnya.
Selain itu, dia menilai pemerintah juga semestinya memberikan jaminan kepastian hukum penyelesaian kebun sawit di dalam kawasan hutan, baik kebun inti perusahaan maupun kebun plasma, masyarakat dan kebun swadaya masyarakat serta wilayah desa yang tumpang tindih dengan kawasan hutan.