Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menimbang Rencana Ekspor Beras di Tengah Target Swasembada Pangan

Presiden Prabowo Subianto disebut telah merestui rencana ekspor beras ke sejumlah negara yang kini dilanda krisis
Direktur Utama Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) Wahyu Suparyono dan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan Zulkifli Hasan di Gudang Bulog Sunter Timur, Kelapa Gading, Jakarta, Senin (4/11/2024). — BISNIS/Rika Anggraeni.
Direktur Utama Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) Wahyu Suparyono dan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan Zulkifli Hasan di Gudang Bulog Sunter Timur, Kelapa Gading, Jakarta, Senin (4/11/2024). — BISNIS/Rika Anggraeni.

Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto disebut telah merestui rencana ekspor beras ke sejumlah negara yang kini dilanda krisis. 

Merespons hal itu, Direktur Pengadaan Perum Bulog Prihasto Setyanto pun memastikan bahwa stok cadangan beras pemerintah (CBP) melimpah sehingga tinggal menunggu titah Kepala Negara untuk mengapalkannya ke negara tujuan ekspor.

“Kalau diperintahkan [ekspor beras], kita siaplah, wong cadangannya banyak kok,” kata Prihasto saat ditemui di Kompleks Senayan, DPR, Jakarta, Selasa (29/4/2025).  

Adapun, berdasarkan data Perum Bulog, stok beras yang dimiliki telah mencapai 3.306.486 ton sampai dengan 28 April 2025. Saat ini, kata Prihasto, Bulog masih menyimpan beras sebagai cadangan pangan pemerintah.

“Tergantung penugasan [dari Presiden Prabowo] semuanya. Kalau ditugaskan untuk gelontor, [kami] gelontor. Kalau ditugaskan untuk ekspor, [kami] ekspor. Kalau ditugaskan untuk simpan, [kami] simpan. Bulog bukan regulator, Bulog hanya operator,” terangnya.

Berdasarkan catatan Bisnis yang dilansir dari akun Instagram @goodstats.id, Jumat (25/4/2025), beberappa negara yang dilanda krisis beras antara lain Jepang, Filipina, dan Malaysia.

Di Jepang, beras domestik dibanderol 842 yen atau Rp100.000 per kilogram. Harga beras di Jepang naik lebih dari 100% dibanding 2024. Sementara itu di Filipina mengalami inflasi harga beras hingga level 24,4%, tertinggi dalam 15 tahun.

Lalu di Malaysia, rasio swasembada beras dikabarkan turun ke level 56,2%. Di mana, produksi domestik hanya memenuhi kebutuhan di rentang 40%—50%.

Alasan Prabowo Buka Peluang Ekspor Beras

Presiden Prabowo Subianto menuturkan sudah ada beberapa negara yang datang untuk membeli beras dari Indonesia. Laporan itu diterima Prabowo dari Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dan Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan.

“Saya dapat laporan dari Menteri Pertanian, Menko Pangan, berapa negara minta agar kita kirim beras ke mereka, saya izinkan dan saya perintahkan kirim beras ke mereka,” kata Prabowo dalam sambutannya pada agenda Peluncuran Program Gerakan Indonesia Menanam (Gerina), dikutip dari laman YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (24/4/2025). 

Orang nomor satu di RI itu menegaskan Indonesia harus membuktikan bahwa Indonesia saat ini merupakan bangsa yang dapat membantu bangsa lain, bukan bangsa yang suka meminta-minta.

Lebih lanjut, Prabowo meminta agar Indonesia tidak mencari untung besar dari ekspor beras. Menurutnya, yang paling penting, ongkos produksi, angkutan, dan administrasi bisa balik modal.

“Kalau perlu atas dasar kemanusiaan, kita jangan terlalu cari untung besar yang penting ongkos produksi, plus ongkos angkutan, plus administrasi kembali,” katanya.

Rencana Prabowo tersebut disampaikan di tengah optimisme Indonesia menggapai swasembada pangan dalam waktu dekat yang diamini oleh Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman.

Mentan optimistis bahwa pemerintah mampu untuk segera menuju swasembada pangan melalui upaya kegiatan tanam padi serentak.

Andi mengatakan bahwa tanam raya kali ini dilakukan secara serentak di 160 kabupaten di seluruh Indonesia. Mentan menargetkan luas tanam selama April 2025 mencapai 1,3 juta hektare dengan estimasi produksi mencapai 7,5 juta ton gabah.

“Insyaallah produksinya kita target 7,5 juta ton. Kalau menjadi beras itu 3,5 sampai 4 juta ton. Di mana kebutuhan per bulan hanya 2,5 juta ton,” ujarnya dalam keterangannya, Rabu (23/4/2025)

Selain itu, Mentan menyampaikan bahwa serapan beras sampai dengan bulan April menjadi yang tertinggi selama satu dekade. Kemudian, untuk stok beras Mentan Amran juga menyebut bahwa angka tersebut menunjukkan angka yang tinggi yakni 3 juta ton.

"Kita pecah rekor hari ini 3 juta ton dan ini tertinggi selama 20 tahun, bahkan di atas 20 tahun. Tapi data yang kami terima, yang kami dapatkan adalah 20 tahun tertinggi selama 20 tahun stok gudang 3 juta ton lebih. Juga jagung demikian produksi jagung kita cukup tinggi. Insyaallah dengan tanam serempak hari ini kami yakin produksi ke depan lebih tinggi," lanjutnya.

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Pangan (Menko Pangan), Zulkifli Hasan turut menyampaikan optimisme tinggi terhadap keberhasilan program tanam serentak ini. Menko Pangan pun meyakini swasembada pangan dapat segera tercapai.

“Artinya sampai 2026 kalau normal saja kita tidak perlu impor lagi. Kalau bahasa terangnya berarti kita yang tadinya 4 tahun, 3 tahun, 2 tahun sampai April kita sudah bisa swasembada,” ucapnya.

Dia juga mendorong adanya program tanam kedua meskipun perbaikan irigasi di beberapa titik masih berjalan. Dengan dukungan cuaca yang diperkirakan tidak akan mengalami kemarau panjang, Menko Zulhas menargetkan produksi pangan 2025 akan melimpah dan stabil.

Ancaman Paceklik

Pengamat menilai adanya potensi beras dalam negeri yang melimpah sebanyak 18,76 juta ton pada semester I/2025 tak serta-merta membuat Indonesia bisa segera tancap gas mengekspor beras.

Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menilai pemerintah harus memikirkan jangka panjang jika ingin mengekspor beras, meski saat ini ada potensi 18,76 juta ton beras yang diproduksi sepanjang Januari—Juni 2025.

Sebab, dia menjelaskan bahwa umumnya, produksi beras akan turun pada tiga bulan terakhir lantaran memasuki periode paceklik.

Adapun jika perkiraan produksi beras selama enam bulan di tahun ini dikurangi konsumsi selama enam bulan, maka masih ada surplus beras sekitar 3,22 juta ton. Menurutnya, surplus beras ini penting untuk menutup defisit bulanan ketika musim paceklik di akhir tahun nanti.

“Kita syukuri produksi [beras] naik. Tapi nggak usah terlalu euforia dengan klaim produksi naik tinggi sehingga ada potensi ekspor,” kata Khudori kepada Bisnis, Minggu (4/5/2025).

Untuk itu, Khudori mewanti-wanti agar pemerintah harus menjaga produksi beras di bulan-bulan berikutnya agar bisa lebih tinggi dari tahun lalu, sehingga kebutuhan dalam negeri bisa terpenuhi.

“Jangan lantas euforia, saat ini surplus [beras] ada peluang ekspor. Apa yang mau diekspor? Saat ini situasinya masih amat risk-an kalau Indonesia gegabah mengekspor beras ke Malaysia atau negara lainnya,” terangnya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras dalam negeri diperkirakan naik sebanyak 1,89 juta ton beras atau 11,17% dibandingkan produksi beras pada bulan Januari–Juni 2024 yang hanya sebanyak 16,88 juta ton beras menjadi 18,76 juta ton.

Menurut Khudori, perkiraan produksi beras selama enam bulan yang naik ini salah satunya dipicu cuaca yang normal. Sebab, saat iklim/cuaca normal, maka produksi terbesar terjadi di periode panen raya yang berlangsung di Februari—Mei, yang produksinya bisa di rentang 60–65% produksi nasional.

Faktor lainnya adalah sumber daya manusia dan anggaran yang saat ini difokuskan ke padi dan jagung. Selain itu, lanjut dia, stok beras di gudang Perum Bulog juga tertinggi sepanjang sejarah. Per 28 April 2025, stok beras yang dimiliki Bulog telah mencapai 3.306.486 ton.

Sementara itu, Khudori menuturkan bahwa stok beras yang tersedia saat ini mencakup sisa stok dari tahun sebelumnya sebanyak 1,8 juta ton, yang sebagian besar berasal dari beras impor.

“Stok beras besar kalau tidak jelas peruntukannya justru potensial memunculkan masalah. Beras itu tidak tahan lama,” terangnya.

Pasalnya, Khudori menjelaskan, semakin lama beras disimpan di dalam gudang, maka ada potensi turun mutu dan rusak. Bahkan, juga bisa membebani anggaran pengelolaan, seperti pemeliharaan hingga sewa gudang.

Lebih lanjut, Khudori mengungkap ada sederet tantangan bagi Indonesia untuk bisa menjadi eksportir beras, salah satunya harga beras dalam negeri yang diekspor.

Dia mengungkap sudah berpuluh tahun harga beras Indonesia tidak pernah lebih murah dari harga di pasar dunia. 

“Saat ini harga beras di Indonesia sekitar 1,7–1,8 kali dari harga beras di pasar dunia, harga beras di sini jauh lebih mahal,” tandasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper