Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Potongan Komisi Ojol, Ini Pendapat Ekonom

Ekonom menilai potongan komisi platform Ojol harus menemukan titik keseimbangan dan keadilan, antara mitra dan pihak aplikator.
Pengemudi ojek online (ojol) menunggu penumpang di dekat Stasiun MRT Lebak Bulus, Jakarta, Senin (5/5/2025). Bisnis/Himawan L Nugraha
Pengemudi ojek online (ojol) menunggu penumpang di dekat Stasiun MRT Lebak Bulus, Jakarta, Senin (5/5/2025). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA- Isu potongan komisi terhadap pengemudi ojek online (Ojol) menjadi salah satu fokus utama dalam diskusi “Ngobrol Ekonomi: Dinamika Industri Ojol” yang digelar Bright Institute pada Rabu malam (7/5/2025).

Ekonom Celios, Nailul Huda, menjelaskan bahwa potongan komisi sejatinya adalah praktik wajar dalam industri digital berbasis two-sided market, di mana platform mempertemukan dua jenis pengguna — konsumen dan penyedia layanan.

“Potongan itu sebaiknya tidak dilihat sebagai pemotongan sepihak, tapi sebagai bentuk biaya sewa lapak atas infrastruktur digital yang disediakan aplikator,” jelasnya.

Huda menekankan bahwa alih-alih memperdebatkan apakah potongan harus 10 atau 15 persen, yang lebih penting adalah menemukan titik equilibrium yang adil bagi kedua belah pihak.

“Platform tentu punya biaya teknologi, operasional, customer service, server, dan pengembangan sistem. Tapi driver juga punya beban bahan bakar, cicilan kendaraan, dan risiko kerja. Maka titik imbang harus diatur melalui regulasi,” ujarnya.

Piter Abdullah dari Segara Institute menambahkan bahwa potongan komisi berisiko makin tidak terkendali jika struktur pasar menjadi sangat terkonsentrasi akibat merger.

“Kalau tinggal satu pemain besar, dia bisa tetapkan potongan dan skema insentif sesuka hati. Driver tidak punya pilihan lain. Konsumen pun tidak bisa menawar. Ini bahaya karena menggerus persaingan usaha yang sehat dan membuka ruang eksploitasi,” jelasnya.

Menurut ekonom Awalil Rizky dari Bright Institute, ada anggapan yang salah bahwa aplikator hanya modal platform atau teknologi sehingga potongan komisinya bisa ditekan serendah mungkin.

“Saya ingin tambahkan kalau orang bilang ah dia kan cuma modal platform. Ini platform gila-gilaan loh ya. Bagaimana dia tau titik sampai detail, terus kalau kita pesan makanan kalau mau pedas tidak pedas. Kalau dia penumpang juga gitu. Ini lebih kompleks dari core-tax,” ungkapnya.

Diskusi menyimpulkan bahwa potongan komisi tidak harus dihapus atau ditekan serendah mungkin, tetapi harus diatur secara proporsional dan mencerminkan kontribusi dan beban dari masing-masing pihak.

Terkait kemungkinan kelangsungan bisnis aplikator bakal terganggu ketika potongan komisi diturunkan, Piter mengingatkan, “Enggak mudah loh menciptakan lapangan kerja. Kita sektor informal kita itu yang selama ini menjadi bemper, yang menjadi penampung yang dapat pekerjaan sektor formal, dan sekarang ini gig worker ini adalah yang terbesar yang menerimanya.”


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Kahfi
Editor : Kahfi
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper