Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Daftar Toko Ritel Tutup di RI: Ada Lulu Hypermarket & GS Supermarket

Hippindo mengungkap sebanyak tiga ritel yang tutup dalam lima bulan pertama 2025, yang teranyar GS Supermarket.
Suasana GS The Fresh by GS Supermarket Mampang, Jakarta, tampak lengang pengunjung pada Kamis (8/5/2025). — Bisnis/Rika Anggraeni
Suasana GS The Fresh by GS Supermarket Mampang, Jakarta, tampak lengang pengunjung pada Kamis (8/5/2025). — Bisnis/Rika Anggraeni

Bisnis.com, JAKARTA — Himpunan Peritel & Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) mengungkap sebanyak tiga ritel yang tutup dalam lima bulan pertama 2025. Mereka di antaranya Lulu Hypermarket dan teranyar GS Supermarket.

Ketua Umum Hippindo Budihardjo Iduansjah mengaku baru mengetahui ada tiga ritel supermarket yang memutuskan untuk menghentikan operasinya di Indonesia. Selain skala besar, Budihardjo menyebut ada pula ritel skala kecil yang memutuskan menutup cabangnya.

“Lulu [Lulu Hypermarket] kan mau tutup juga, GS Supermarket. Ada scan and go, itu supermarket kecil ada 3 cabang. Yang saya tahu baru 3 brand itu [yang tutup]. Yang luar Pulau belum tahun saya,” ujar Budihardjo saat dihubungi Bisnis, Kamis (8/5/2025).

Untuk GS Supermarket, dia menjelaskan alasan GS akan diambil alih oleh investor yang tengah masih dalam proses negosiasi. Sayangnya, Budihardjo tak memberikan informasi secara detail siapa investor yang akan mengambil alih GS Supermarket di Indonesia.

“Belum bisa ngomong ya. Nanti tunggulah bulan Mei nanti siapa yang akan ngambil, kan kita tunggu. Mungkin ada investor yang masih lagi negosiasi,” ujarnya.

Seiring dengan adanya penutupan gerai cabang ritel, Budihardjo memproyeksikan tren bisnis ritel akan mengalami fluktuasi alias pasang-surut. Menurutnya, fenomena ini merupakan siklus yang normal.

Meski demikian, dia juga tak memungkiri penurunan daya beli masyarakat menjadi salah satu alasan bagi ritel menutup bisnisnya. Namun, sejatinya bisnis ritel tengah dalam situasi yang kompleks, bukan hanya perihal daya beli yang melemah.

“Tetapi juga ada yang buka, ada yang tutup, ada yang ramai, ada yang sepi. Kalau kami bilang saat ini lebih ke kompleks juga, bisa juga karena itu [penurunan daya beli], bisa karena persaingan usaha, bisa juga karena pergeseran orang belanja [pola gaya hidup],” ungkapnya.

Saat ditanya lebih lanjut proporsi ritel yang akan tetap bertahan dan tutup, dia menyebut masih ada banyak ritel yang belum membuat laporan untuk membuka toko.

“Saya nggak bisa jawab itu, itu terlalu sulit. Karena yang buka toko juga belum lapor. Jadi banyak yang belum lapor mau buka toko. Intinya banyak yang buka, banyak yang tutup juga,” terangnya.

Daya Beli

Dihubungi terpisah, Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho mengatakan penutupan gerai ritel ini merupakan implikasi dan dampak dari pelemahan daya beli dari masyarakat.

“Tidak hanya ritel supermarket saja, tetapi ritel yang lain seperti pusat perbelanjaan mal, itu juga mengalami penurunan yang sama,” kata Andry kepada Bisnis, Kamis (8/5/2025).

Andry menjelaskan, penurunan pengunjung maupun tingkat okupansi di pusat perbelanjaan akan mengurangi jumlah pembeli di supermarket. Adapun, penyebab utamanya dipicu daya beli masyarakat yang menurun.

Menurut Indef, jika pemerintah tak memberikan paket stimulus sepanjang 2025, maka daya beli masyarakat berpeluang tidak akan terangkat alias melemah, bahkan bisa semakin buruk di tengah gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).

Di sisi lain, Andry menyebut persoalan yang tengah dihadapi industri ritel tak hanya sebatas persaingan antara toko fisik (offline) dan toko daring (online). Sebab, lanjut dia, sejatinya peritel sudah menyadari akan pergeseran ini dan mulai beralih ke penjualan online.

Lebih lanjut, dia juga mengkhawatirkan jika daya beli masyarakat masih terus mengalami penurunan maka akan menggerus kinerja industri ritel di Tanah Air, sebab tidak ada pertumbuhan konsumsi rumah tangga.

“Perlu diperhatikan bahwa implikasi dari penurunan daya beli masyarakat itu cukup besar dan jika itu dibiarkan sampai dengan tahun ini berlangsung, maka tidak ada pertumbuhan konsumsi yang cukup tinggi dan pada akhirnya itu akan menggerus kinerja industri ritel di dalam negeri,” tuturnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rika Anggraeni
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper