Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu memastikan perubahan aturan mengenai Tingkat Komponen Dalam Negeri atau TKDN akan dilakukan secara selektif.
Anggito memaparkan bahwa revisi peraturan terkait TKDN termasuk salah satu kebijakan non tarif (non tariff measures) yang tengah dikaji pemerintah ditengah negosiasi tarif impor dengan Amerika Serikat (AS). Hal tersebut juga sesuai dengan arahan dari Presiden Prabowo Subianto yang menginginkan regulasi TKDN yang lebih fleksibel.
Dia menyebut, revisi tersebut bukan berarti akan menghapukan TKDN sepenuhnya. Menurutnya, perubahan tersebut akan dilakukan secara selektif.
"Yang disampaikan Pak Presiden Itu secara garis besarnya [relaksasi TKDN]. Itu kan selektif ya, tidak semuanya berarti TKDN akan dihapuskan. Pada akhirnya kan kita lihat komoditas per komoditas," ujarnya dalam agenda Kagama Leaders Forum di Jakarta, Rabu (14/5/2025).
Anggito melanjutkan, pemerintah akan membahas komoditas apa saja yang akan dibebaskan dari kewajiban TKDN. Dia mengatakan, kebijakan itu juga akan dibuat sesuai dengan karakteristik masing-masing komoditas sesuai dengan kebutuhan industri tersebut.
Dia memastikan, pemerintah akan melihat daya saing Indonesia pada masing-masing komoditas tersebut. Kemudian, pemerintah juga akan mempertimbangkan potensi nilai tambah industri dalam negeri pada masing-masing komoditas.
Baca Juga
"Nah, hal-hal itu sedang dinego dan sedang dikaji akan seperti apa nantinya," kata Anggito.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto telah mengesahkan perubahan aturan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) untuk pengadaan barang/jasa pemerintah yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 46 Tahun 2025.
Beleid baru tersebut mengatur kewajiban pemerintah maupun badan usaha milik negara (BUMN) dan badan usaha milik daerah (BUMD) untuk memprioritaskan pembelian barang/jasa dengan produk dalam negeri (PDN), ketimbang produk impor.
Adapun, aturan lebih detail tercantum dalam pasal 66 dalam beleid tersebut. Pada ayat pertama ditegaskan bahwa kementerian/lembaga/perangkat daerah/institusi lainnya wajib menggunakan produk dalam negeri, termasuk rancang bangun dan perekayasaan nasional.
Pada ayat kedua, terdapat penjelasan lebih lanjut terkait prioritas penggunaan produk lokal oleh pemerintah sesuai dengan nilai TKDN. Prioritas pertama penggunaan produk dalam negeri dengan TKDN minimal 25%. Aturan tersebut berlaku jika produk lokal yang ada memiliki penjumlahan nilai TKDN ditambah nilai bobot manfaat perusahaan (BMP) minimal 40%.
Prioritas kedua, apabila produk dalam negeri yang dibutuhkan memiliki penjumlahan nilai TKDN di bawah 40% dan volumenya tidak mencukupi kebutuhan, maka pemerintah dapat membeli produk dengan nilai TKDN paling sedikit 25%.