Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto berencana membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) dengan total kapasitas 500 megawatt (MW) dalam 10 tahun ke depan.
Rencana tersebut tertuang dalam Rencana Usaha Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2025-2035. Pasokan listrik dari pembangkit nuklir ditargetkan masuk ke dalam jaringan PLN pada 2032-2033.
Adapun, lokasi pembangunan PLTN direncanakan berada di Sumatra dengan kapasitas 250 MW dan Kalimantan sebesar 250 MW.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan, alasan pemilihan kedua lokasi tersebut berdasarkan kajian tim teknis. Menurutnya, dari beberapa lokasi potensial, wilayah Sumatra dan Kalimantan paling memungkinkan.
"Jadi, kalau ditanya bahwa apakah sudah dikajian atau belum, kelebihan kajian malah," katanya dalam konferensi pers, Senin (26/5/2025).
Bahlil juga menambahkan bahwa regulasi terkait pembangunan PLTN tengah dikaji. Pembangunan rencananya akan dimulai 2 tahun lagi agar PLTN
Baca Juga
"Jadi mungkin pembangunannya itu lagi 4-5 tahun. Jadi mungkin 2027 sudah mulai on kerjanya. Tapi kita mulai dengan small dulu," ujar Bahlil.
Namun, Bahlil masih enggan mengungkapkan teknologi dari negara mana yang akan digunakan untuk pembangunan PLTN di Tanah Air.
"Teknologinya jangan tanya sekarang, nanti kalua saya jawab sekarang berkelahi nanti negara-negara yang punya teknologi ini," tuturnya.
Pendekatan Rusia, China, & AS
Berdasarkan catatan Bisnis, pengembangan PLTN di Indonesia disebut telah dilirik oleh Rusia, China, dan Amerika Serikat (AS). Utusan Khusus Presiden untuk Energi dan Lingkungan Hashim Djojohadikusumo pernah mengungkapkan bahwa perusahaan asal Rusia, State Atomic Energy Corporation Rosatom (Rosatom) membawa penawaran yang menarik soal rencana investasi PLTN di Indonesia.
Selain itu, Westtinghouse Electric Corporation asal AS juga berkeinginan untuk membangun PLTN. Lalu, China National Nuclear Corporation (CNNC), perusahaan pelat merah nuklir juga menyatakan minat membangun PLTN.
“Teman Rusia kita, Rosatom, datang dengan proposal yang bagus,” ujar Hashim dalam forum Indonesia Green Energy Investment Dialogue 2025, Kamis (27/2/2025).
Namun demikian, pembangunan energi nuklir membutuhkan waktu yang lama. Misalnya saja Cina menawarkan proposal pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) selama paling cepat 140 bulan atau sekitar 12 tahun.
“Maka kita harus mulai segera, nuklir mungkin tahun ini,” katanya.
Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral Aryo Djojohadikusumo menambahkan komitmen tiga negara untuk pengembangan nuklir itu melibatkan peran anggota Kadin. Ketiga perusahaan yang berminat itu sudah berkomunikasi dengan anggota Kadin ihwal kemungkinan untuk investasi pembangkit nuklir di Indonesia.
“Kebetulan ketiganya itu melibatkan anggota Kadin,” tuturnya.
Rencana investasi tiga perusahaan nuklir itu masih dalam tahap negosiasi. Namun, pihak Amerika Serikat sudah menjalin kemitraan dengan anggota Kadin.
“Masih dalam tahap negosiasi, belum bisa diumumkan,” ujarnya.
Dia menuturkan pihak Rusia sudah menyatakan bahwa perusahaan negaranya yakni Rosatom tertarik untuk menjalin kerja sama pembangunan PLTN di Tanah Air. Keinginan Rusia untuk investasi pembangkit nuklir disampaikan lewat Sekretaris Dewan Keamanan Federasi Rusia Sergei Kuzhugetovich Shoigu.
Sementara itu, minat China melalui China National Nuclear Corporation (CNNC) tertangkap saat Kadin menemani lawatan kenegaraan Presiden Prabowo Subianto ke China akhir 2024 lalu.
“Tiga negara ini sudah berkomunikasi dengan kita di anggota-anggota Kadin sehingga sudah ada pembicaraan yang serius, bukan hanya China, bukan hanya Rusia, tapi juga Amerika Serikat,” ucap Aryo.