Bisnis.com, JAKARTA — Ekspor Korea Selatan kembali mengalami kontraksi pada Mei 2025, tertekan oleh lesunya permintaan global dan memanasnya tensi dagang akibat kebijakan tarif besar-besaran yang diterapkan Presiden AS Donald Trump.
Melansir Bloomberg, Senin (2/6/2025), Kantor Bea Cukai Korea Selatan mencatat, ekspor menyusut 1,3% secara tahunan. Meski negatif, angka ini masih lebih baik dari perkiraan para ekonom yang memperkirakan penurunan hingga 2,4%.
Rata-rata ekspor harian naik tipis 1% dari tahun sebelumnya, menandakan pelemahan ekspor masih terbatas. Di sisi lain, impor turun 5,3%, mendorong surplus perdagangan Korea Selatan melebar menjadi US$6,9 miliar.
Kinerja ekspor tertekan terutama oleh penurunan 4,4% dalam pengiriman otomotif, sementara ekspor semikonduktor justru melonjak 21,2% secara tahunan — dua sektor utama penggerak perdagangan Korea Selatan.
Namun, pengiriman ke dua mitra dagang utama — Amerika Serikat dan China — juga mengalami penurunan, masing-masing 8,1% dan 8,4%.
Tekanan ekspor memburuk sejak AS menetapkan tarif 25% pada ekspor Korea Selatan pada April lalu. Meski sempat diturunkan menjadi 10% selama masa tenggang 90 hari, kekhawatiran terhadap tarif penuh tetap membayangi. Trump bahkan mengancam akan memperluas bea masuk terhadap produk ponsel dari Samsung Electronics.
Baca Juga
Kondisi ini diperkirakan menjadi ujian pertama bagi presiden Korea Selatan yang terpilih dalam pemilu 3 Juni. Otoritas di Seoul sejauh ini belum berhasil menembus kebuntuan negosiasi dengan Washington, sebagian karena kekosongan kepemimpinan yang menghambat proses diplomasi.
Jika kesepakatan baru tak tercapai, tarif dipastikan kembali ke level 25%. Sementara itu, sengketa hukum di AS terkait kebijakan tarif Trump masih menggantung, meski pemerintahannya bertekad mempertahankan langkah tersebut dengan berbagai cara.
Secara makro, ekonomi Korea Selatan masih rapuh. Bank Sentral Korea (BOK) pekan lalu memangkas suku bunga acuannya demi mendukung pertumbuhan, sekaligus merevisi proyeksi ekonomi tahun ini ke bawah.
Gubernur BOK Rhee Chang-yong bahkan membuka peluang pemangkasan suku bunga lanjutan, mengingat lemahnya konsumsi domestik dan ketidakpastian global yang terus membayangi.