Bisnis.com, JAKARTA – Penjualan rumah hunian baru di Singapura jatuh ke level terendahnya dalam lima bulan pada Mei 2025. Tensi Tarif Trump diperkirakan membebani permintaan properti di Negeri Singa.
Berdasarkan data Urban Redevelopment Authority yang dikutip Bloomberg, penjualan pengembang properti turun untuk ketiga kalinya berturut-turut pada Mei 2025. Bulan lalu, hanya ada 311 unit yang terjual.
Prospek pasar properti di negara hub keuangan Asia Tenggara ini tampak kelam, setelah Presiden AS Donald Trump memberlakukan tarif. Dampak tarif itu akan memperburuk kontraksi ekonomi Singapura yang sudah terjadi pada kuartal I/2025.
"Pengembang tampak berhati-hati, belum akan meluncurkan proyek utama pada Mei, penundaan yang akan membebani figur penjualan," tulis laporan tersebut, dikutip Bloomberg, Senin (16/6/2025).
Survei dari eksekutif real estat pada kuartal I/2025 menunjukkan bahwa hampir 90% memandang perlambatan ekonomi global sebagai risiko. Selanjutnya, kekhawatiran terbesar adalah kehilangan pekerjaan dan pelemahan ekonomi domestik.
Analis Bloomberg Economics Tamara Henderson mengatakan Singapura menghadapi tantangan resesi karena ekspornya dikenakan tarif yang lebih tinggi.
Adapun, sejauh ini otoritas Singapura mengadopsi langkah yang lebih hati-hati dengan menawarkan lahan yang dapat menghasilkan 4.725 unit rumah pribadi pada semester II/2025. Itu menunjukkan penurunan 6% dibandingkan dengan semester I/2025.
Namun, otoritas juga memperluas daftar cadangan dengan kavling tanah hanya akan ditawarkan untuk tender jika ada permintaan yang cukup dari pengembang.
Kinerja pasar properti yang melemah ini diperkirakan masih belanjut pada Juni 2025, yang secara historis merupakan periode dengan penjualan terendah karena ada libur sekolah. Adapun, salah satu proyek properti di bagian timur Singapura baru terjual kurang dari 10% dari 107 unit hak milik (freehold) sejak diluncurkan awal bulan ini.