Bisnis.com, JAKARTA — Pertumbuhan ekonomi Singapura tumbuh lebih tinggi dari perkiraan pada kuartal II/2025 dan berhasil menghindari resesi teknikal, didorong oleh lonjakan ekspor sektor manufaktur dan jasa menjelang diberlakukannya tarif baru oleh Amerika Serikat.
Kementerian Perdagangan dan Industri Singapura (MTI) pada Senin (14/7/2025) melaporkan, produk domestik bruto (PDB) kuartal II/2025 tumbuh sebesar 1,4% secara kuartalan, jauh di atas proyeksi pasar sebesar 0,8% dan berbalik arah dari kontraksi 0,5% pada kuartal I/2025. Aktivitas konstruksi juga melonjak 4,4%, setelah turun 1,8% pada tiga bulan pertama tahun ini.
Adapun, secara tahunan atau year on year (yoy), PDB Singapura tumbuh 4,3%, melampaui konsensus median analis dalam survei Bloomberg yang memperkirakan kenaikan 3,6%.
Kepala Riset dan Strategi OCBC Bank, Selena Ling, menjelaskan bahwa pemulihan ini sebagian besar disebabkan oleh efek “front-loading” dalam sektor manufaktur, seiring upaya pelaku usaha mempercepat pengiriman sebelum tarif baru AS berlaku.
Namun, dia memperingatkan bahwa laju pertumbuhan dapat tertahan setelah 1 Agustus, ketika tarif mulai diberlakukan.
MTI sebelumnya telah memperingatkan potensi resesi menyusul kontraksi pada awal tahun. Para ekonom memperkirakan bank sentral Singapura, Monetary Authority of Singapore (MAS), akan tetap berhati-hati dalam tinjauan kebijakan akhir bulan ini. MAS memperkirakan pelemahan ekspor kawasan akan semakin dalam pada paruh kedua 2025.
Singapura terkena tarif sebesar 10% dari AS—lebih rendah dibandingkan negara tetangga di Asia Tenggara. Namun, dengan total perdagangan setara tiga kali lipat dari PDB, perekonomian negara kota tersebut tetap sangat rentan terhadap perlambatan global yang berkelanjutan.
“Ke depan, ketidakpastian dan risiko penurunan global tetap signifikan pada paruh kedua 2025, terutama karena belum jelasnya arah kebijakan tarif AS,” tulis pernyataan resmi MTI.
Data juga menunjukkan sektor jasa Singapura tumbuh 4,8% secara tahunan. MTI menyebutkan pertumbuhan ini juga dipicu oleh aktivitas “front-loading” menjelang berakhirnya masa penangguhan tarif pada 1 Agustus.
Di sisi lain, peningkatan belanja konstruksi sektor publik turut mendukung pertumbuhan, membalikkan tren negatif yang tercatat pada kuartal sebelumnya.
Kepala Riset Asia di ANZ, Khoon Goh, memperkirakan pertumbuhan akan melambat pada paruh kedua tahun ini. Dia juga memperkirakan tidak ada perubahan dalam kebijakan moneter bulan ini.
“Setelah data PDB yang kuat hari ini, saya rasa sebagian besar analis akan sepakat dengan pandangan tersebut,” ujarnya.
Pemerintah Singapura sebelumnya telah memangkas proyeksi pertumbuhan PDB 2025 menjadi 0%–2%, turun dari 4,4% pada 2024.
Ekonom Asean Bloomberg, Tamara Mast Henderson, menilai jalan ke depan akan semakin menantang seiring implementasi tarif baru AS dan turunnya permintaan ekspor setelah dorongan pengiriman awal.
Dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Singapura hanya akan mencapai 0,9% pada 2025.