Bisnis.com, JAKARTA — Negara-negara maju anggota G7 tengah merumuskan langkah strategis untuk memperkuat pasokan mineral kritis, sebagai bagian dari upaya sistematis mengurangi ketergantungan terhadap China dalam rantai pasok bahan baku vital bagi industri global.
Dalam dokumen rancangan yang diperoleh Bloomberg, Selasa (17/6/2025), para pemimpin G7 menargetkan kesepakatan dalam bentuk rencana aksi (action plan) pada pertemuan mereka di Kananaskis, Kanada. Rencana tersebut mencakup diversifikasi sumber logam penting serta mendorong percepatan dan perluasan investasi dalam proyek-proyek mineral strategis.
Meski tidak secara eksplisit menyebut China — produsen hampir 70% logam tanah jarang dunia — dokumen tersebut menyoroti risiko ekonomi yang ditimbulkan oleh praktik pasar nonkompetitif yang kini mendominasi sektor tersebut.
“Kita memiliki kepentingan bersama terkait keamanan nasional dan ekonomi, yang bergantung pada akses terhadap rantai pasok mineral kritis yang tangguh dan berbasis prinsip pasar,” demikian bunyi draf dokumen, yang masih dapat direvisi sebelum diadopsi secara resmi.
Lebih lanjut dijelaskan, bahwa kebijakan dan praktik non-pasar di sektor mineral kritis mengancam ketersediaan berbagai unsur penting, termasuk tanah jarang yang menjadi bahan baku utama dalam industri magnet dan berbagai aplikasi teknologi lainnya.
Kekhawatiran negara-negara Barat terhadap dominasi China kian menguat sejak April lalu, ketika Beijing merespons kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump dengan memperketat ekspor tujuh jenis logam tanah jarang. Sebelumnya, China juga telah memperketat ekspor material strategis lainnya seperti galium, germanium, grafit, dan antimon dalam dua tahun terakhir.
“Penting bagi kami untuk mendorong kolaborasi dalam meningkatkan investasi bertanggung jawab di proyek-proyek mineral kritis, baik di lingkungan G7 maupun secara global,” lanjut dokumen tersebut.
G7 menegaskan urgensi investasi yang cepat dan berskala besar guna menjamin keberlanjutan rantai pasok masa depan, sekaligus mengatasi hambatan seperti keterlambatan perizinan, manipulasi pasar, serta fluktuasi harga yang ekstrem.
Pernyataan itu juga mengimbau peran aktif bank pembangunan multilateral serta lembaga pembiayaan swasta untuk menyediakan modal tambahan dalam mendukung proyek-proyek mineral kritis, termasuk melalui skema pembiayaan inovatif yang berlandaskan standar global.
Sebagai catatan, G7 terdiri atas Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Jerman, Inggris, Prancis, dan Italia, dengan Uni Eropa sebagai anggota tetap dalam forum tersebut.