Bisnis.com, JAKARTA — Transaksi Nippon Steel untuk mengakuisisi U.S. Steel senilai US$14,9 miliar telah resmi selesai pada Rabu (18/6/2025) waktu setempat.
Hal ini menandai berakhirnya perjuangan Nippon Steel selama 18 bulan untuk menyelesaikan transaksi yang sarat muatan politis.
Melansir Reuters pada Kamis (19/6/2025), berdasarkan perjanjian akuisisi, Nippon Steel membeli 100% saham U.S. Steel dengan harga US$55 per saham. Harga itu sesuai dengan tawaran awal yang diajukan pada Desember 2023 terhadap U.S. Steel.
Akuisisi ini mencakup investasi senilai US$11 miliar hingga 2028, termasuk pembangunan pabrik baru senilai US$1 miliar yang akan bertambah menjadi US$3 miliar dalam beberapa tahun ke depan. Selain itu, Nippon Steel juga terhindar dari penalti pembatalan senilai US$565 juta jika akuisisi gagal disetujui.
Kedua perusahaan juga mengungkap detail perjanjian keamanan nasional (national security agreement/NSA) yang disepakati dengan pemerintahan Presiden Donald Trump, di mana pemerintah AS memperoleh saham emas (golden share) dan hak menunjuk satu anggota dewan direksi.
Juru bicara Gedung Putih, Kush Desai, menyebut kesepakatan ini sebagai sejarah baru dan menegaskan bahwa golden share akan melindungi keamanan nasional dan ekonomi Amerika Serikat.
Baca Juga
CEO Nippon Steel, Eiji Hashimoto, menyampaikan apresiasi kepada Trump atas perannya dalam menyelesaikan akuisisi ini.
“Nippon Steel antusias membuka babak baru dalam sejarah panjang U.S. Steel,” ujarnya.
Kekuasaan Politik di Balik Transaksi
Golden share yang disertakan dalam kesepakatan memberikan pemerintah AS hak veto atas sejumlah keputusan strategis, mulai dari penutupan pabrik, pengurangan kapasitas produksi, hingga pemindahan kantor pusat U.S. Steel dari Pittsburgh.
Menurut pernyataan resmi, pemerintah juga berhak menyetujui atau menolak perubahan nama, relokasi pekerjaan ke luar negeri, dan akuisisi terhadap perusahaan pesaing.
Langkah ini ditempuh untuk memperoleh persetujuan dari Committee on Foreign Investment in the United States (CFIUS), yang mengkaji risiko keamanan nasional dalam investasi asing. Namun, sejumlah pengacara menilai pendekatan ini dapat mengurangi minat investor asing terhadap aset-aset strategis AS.
“Golden share memberi kesan bahwa analisis keamanan nasional tidak bisa sepenuhnya dipisahkan dari kepentingan politik,” ujar pengacara keamanan nasional dari Wilson Sonsini, Josh Gruenspecht.
Serikat pekerja baja AS, United Steelworkers (USW), yang sejak awal menentang kesepakatan ini, menyatakan akan terus mengawasi komitmen Nippon Steel dan menyebut golden share memberikan kekuasaan personal yang mengejutkan kepada Presiden Trump atas perusahaan.
Jalan Panjang Akuisisi US Steel
Penutupan kesepakatan ini sempat diragukan setelah Presiden AS saat itu, Joe Biden, memblokir akuisisi pada Januari 2025 dengan alasan keamanan nasional. Keputusan itu kemudian digugat oleh kedua perusahaan, yang menilai proses peninjauan tersebut bias. Namun, Gedung Putih di era Biden membantah tuduhan itu.
Situasi berubah setelah Trump kembali berkuasa. Pemerintahannya membuka kembali proses peninjauan selama 45 hari sejak April. Meskipun Trump sempat menyampaikan pesan yang ambigu—mulai dari menyambut investasi hingga mengusulkan kepemilikan minoritas—sinyal restu akhirnya datang dalam kampanye pada 30 Mei.
Akhirnya, pada Jumat pekan lalu, Trump menandatangani perintah eksekutif yang mengizinkan akuisisi asalkan disertai NSA dan pemberian golden share kepada pemerintah AS.
Adapun, bagi Nippon Steel—produsen baja terbesar keempat di dunia—kehadiran di pasar AS merupakan langkah kunci dalam strategi ekspansi global. Pasar baja AS saat ini tengah tumbuh, terutama untuk baja berkualitas tinggi, di tengah meningkatnya ketegangan perdagangan internasional.
Nippon Steel menyatakan kapasitas produksi baja mentah tahunannya kini diperkirakan mencapai 86 juta ton, mendekati target global sebesar 100 juta ton.