Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza mendukung wacana untuk mendorong produsen mobil listrik (EV) di Indonesia menggunakan baterai berbasis nikel seperti nickel cobalt aluminium (NCA) dan nickel manganese cobalt (NMC).
Wacana yang dilontarkan oleh Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo itu muncul lantaran saat ini masih banyak pabrikan EV di Tanah Air yang mengadopsi kendaraan baterai berbasis lithium atau lithium ferro phosphate (LFP). Imbauan shifting atau peralihan penggunaan baterai berbasis nikel ini tak lepas dengan langkah pemerintah menggenjot ekosistem baterai EV di Tanah Air.
Pasalnya, pabrik baterai EV di Indonesia memproduksi baterai berbasis nikel seperti NCA dan NMC. Oleh karena itu, peralihan penggunaan baterai menjadi berbasis nikel diharapkan bisa menyerap produksi dari pabrik tersebut.
Kementerian BUMN pun mendorong pemberian insentif kepada produsen EV yang melakukan pengalihan itu. Merespons hal tersebut, Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza mengaku pihaknya mendukung.
"Kami dukung usulan Kementerian BUMN," ucap Faisol singkat kepada Bisnis, dikutip Minggu (10/8/2025).
Ketika ditanya apakah Kementerian BUMN sudah berkoordinasi dengan Kementerian Perindustrian terkait pemberian insentif kepada produsen EV, Faisol tak memberikan respons. Dia juga tak merespons pertanyaan terkait bagaimana strategi Kementerian Perindustrian guna mendorong populasi EV dengan baterai berbasis nikel.
Sebelumnya, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengaku pihaknya tengah mendorong regulasi agar produsen EV di Tanah Air mengadopsi kendaraan dengan baterai berbasis nikel.
Pria yang akrab disapa Tiko itu menyebut, pemerintah akan memberikan insentif bagi perusahaan EV yang membuat kendaraan dengan baterai berbasis nikel.
"Kami ingin support dari kementerian-kementerian lain agar ada insentif buat shifting ke nickel base baterai juga di Indonesia," tutur Tiko di Jakarta, Selasa (5/8/2025) lalu.
Asal tahu saja, pemerintah tengah getol menggenjot pabrik ekosistem baterai EV di Tanah Air. Namun, pabrik-pabrik ini baru memproduksi baterai EV berbasis nikel.
Terbaru, pemerintah meresmikan proyek serupa, yakni Proyek Dragon. Proyek ini merupakan proyek konsorsium Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co. Ltd. (CBL) dengan Antam dan IBC pada Juni 2025 lalu. CBL merupakan anak usaha dari Contemporary Amperex Technology Co. Ltd (CATL).
Dengan investasi sebesar US$5,9 miliar, proyek ini dapat menghasilkan baterai EV dengan kapasitas hingga 15 GWh per tahun.
Selain itu, pemerintah juga tengah mempersiapkan proyek serupa dari konsorsium Zhejiang Huayou Cobalt Co dan BUMN Indonesia Battery Corporation (IBC). Proyek ini diharapkan rampung pada 2027 mendatang.
Adapun, Huayou menggantikan posisi LG Energy Solution Ltd. yang hengkang dari proyek tersebut. LG sebelumnya berkomitmen untuk berinvestasi senilai US$9,8 miliar atau setara Rp160,8 triliun (asumsi kurs Rp16.413 per US$) pada Proyek Titan dan Omega.
Proyek Titan mencakup investasi pada proyek pertambangan nikel, smelter HPAL, pabrik prekursor/katoda, sementara Proyek Omega mencakup manufaktur sel baterai. Selain, Huayou dan IBC, PT Aneka Tambang Tbk alias Antam akan berperan sebagai pemasok bahan baku baterai EV berbasis nikel atau NMC dalam proyek ini.
Soal Usulan Insentif Mobil Listrik Berbasis Baterai Nikel, Ini Kata Wamenperin
Wamenperin Faisol Riza buka suara terkait usulan pemberian insentif untuk produsen mobil listrik yang beralih dari baterai LFP ke baterai nikel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : M Ryan Hidayatullah
Editor : Denis Riantiza Meilanova