Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonom AS Yakin Trump Bakal Turunkan Tarif Impor, Asalkan...

Arthur Luffer yang juga mantan penasihat Presiden AS meyakini Donald Trump akan menerapkan tarif impor yang rendah ke banyak negara, dengan satu syarat utama.
Presiden AS Donald Trump menunjukkan perintah eksekutif yang telah ditandatangani saat pengumuman tarif di Rose Garden, Gedung Putih, Washington, DC, AS, pada Rabu (2/4/2025). / EPA/Bloomberg-Jim Lo Scalo
Presiden AS Donald Trump menunjukkan perintah eksekutif yang telah ditandatangani saat pengumuman tarif di Rose Garden, Gedung Putih, Washington, DC, AS, pada Rabu (2/4/2025). / EPA/Bloomberg-Jim Lo Scalo

Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom Amerika Serikat Arthur Luffer meyakini presidennya, Donald Trump, akan memberikan tarif impor yang rendah kepada seluruh negara, termasuk Indonesia. 

Luffer yang juga mantan penasihat Trump pada kepemimpinan pertama tersebut menuturkan bahwa Trump adalah seorang negosiator dan sangat suka negosiasi. Untuk itu, negosiasi secara bilateral menjadi kunci penurunan tarif tersebut. 

Sebagaimana negosiasi Trump dengan Xi Jinping, menghasilkan kesepakatan tarif sebesar 30% dari ketentuan awal sebesar 145%. 

“Saya yakin pada akhir masa jabatannya, Anda akan melihat tarif yang jauh lebih rendah untuk semua negara secara keseluruhan, bukan tarif yang lebih tinggi. Itulah keyakinan saya,” ujarnya, dikutip pada Minggu (22/6/2025). 

Luffer bercerita, dirinya pendukung kebijakan tarif Trump. Pada Trump 1.0 lalu, setidaknya AS memiliki lima perjanjian perdagangan yang cukup besar.

Mulai dari Perjanjian Amerika Serikat-Meksiko-Kanada (USMCA) yang secara drastis menurunkan tarif.

Selain itu, disepakatinya perjanjian perdagangan bebas atau free trade agreement (FTA) AS dengan Jepang, Korea Selatan, Kolombia, dan Brasil.

“Pastikan Anda melihat apa yang dia lakukan. Jangan terlalu fokus pada apa yang dia katakan, karena itu dapat membingungkan Anda. Itu bisa membuat Anda kesal,” ujarnya.

Indonesia sendiri saat ini tengah mengupayakan penurunan tarif resiprokal 32% dengan pemerintah AS.

Hingga memasuki masa 30 hari terakhir penundaan tarif resiprokal—yang berlangsung selama 90 hari—pemerintah masih belum memberi kabar pasti kesepakatan yang terjadi kedua belah pihak.

Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi dan Investasi Kemenko bidang Perekonomian Edi Prianto Pambudi menyampaikan saat ini pihaknya masih menunggu respon dari US Trade Representative (USTR) terhadap tawaran Indonesia.

“Kami masih menunggu respon USTR atas penawaran Indonesia berupa detil informasi dari tujuh hal yang sudah disampaikan,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (10/6/2025).

Luffer Sarankan Indonesia Turunkan Pajak demi Genjot Penerimaan

Luffer memperkenalkan teorinya—Luffer Curve—yakni meningkatkan penerimaan dengan kebijakan low rate, broad based, flat tax atau tarif rendah, cakupan luas, dan rata alias sama untuk seluruh kelas masyarakat. 

Luffer memandang dengan pajak datar dan tarif rendah serta cakupan luas yang tidak mendiskriminasi satu kelompok atau melawan satu kelompok menjadikannya netral. 

“Pajak itu ada secara eksklusif untuk mengumpulkan pendapatan, untuk membiayai program pemerintah yang perlu dibiayai. Anda perlu melakukannya,” ujarnya.

Menurutnya, pajak ada agar mendorong kelompok bawah dapat meningkatkan taraf hidupnya tanpa menarik turun kelas atas karena pajak yang tinggi.

Untuk dapat membiayai program-program prioritas pun, Luffer menyarankan pemerintah untuk mengendalikan belanja negara disamping menurunkan tarif pajak.

Mengacu teorinya, bahwa tarif pajak yang tinggi tidak serta merta memberikan penerimaan yang tinggi pula. Misalnya, kenaikan tarif sebesar 10% akan memberikan tambahan pendapatan sebesar 10% pula.

“Itu tidak benar. Jika Anda menaikkan tarif pajak sebesar 10%, Anda mungkin hanya meningkatkan pendapatan sebesar 9%, 8%, atau 6%. Anda bahkan mungkin kehilangan pendapatan,” lanjutnya.

Luffer menuturkan saat tarif pajak suatu negara naik, justru pelaku usaha atau Wajib Pajak (WP) akan menyewa pengacara dan spesialis bahkan lebih jauh lagi meninggalkan negara tersebut.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper