Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonomi Malaysia Tumbuh 4,4% pada Kuartal II/2025, Meleset dari Perkiraan

Ekonomi Malaysia tumbuh 4,4% pada kuartal II/2025, di bawah perkiraan yang sebesar 4,5% YoY.
Menara kembar Petronas di Kuala Lumpur, Malaysia/Bisnis-Annisa S. Rini
Menara kembar Petronas di Kuala Lumpur, Malaysia/Bisnis-Annisa S. Rini
Ringkasan Berita
  • Ekonomi Malaysia tumbuh 4,4% pada kuartal II/2025, sedikit di bawah perkiraan 4,5%, meskipun Bank Sentral menyatakan ekonomi cukup kuat menghadapi perlambatan ekspor.
  • Bank Sentral Malaysia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2025 menjadi 4% hingga 4,8% dan memperkirakan tekanan penurunan akibat tarif AS yang tinggi.
  • Bank Sentral memangkas suku bunga acuan untuk pertama kalinya dalam lima tahun guna mendukung pertumbuhan ekonomi dan mengatasi risiko perlambatan.

* Ringkasan ini dibantu dengan menggunakan AI

Bisnis.com, JAKARTA - Ekonomi Malaysia tumbuh di bawah ekspektasi pada kuartal dua tahun ini meskipun Bank Sentral menyatakan ekonomi negara jiran itu cukup kuat untuk menghadapi perlambatan ekspor dari tarif AS.

Dilansir Bloomberg pada Jumat (15/8/2025), produk domestik bruto naik 4,4% pada April hingga Juni 2025 dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Melambat dari estimasi sebesar 4,5% dan median survei Bloomberg, tetapi sesuai dengan laju kuartal pertama.

Bank Sentral dan Departemen Statistik Malaysia menyebut ekonomi tumbuh 2,1% dari tiga bulan sebelumnya. Saat ini, Malaysia bersiap menghadapi gejolak perdagangan akibat penerapan tarif global oleh Presiden AS Donald Trump.

Pada bulan lalu, bank sentral menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2025 menjadi 4% hingga 4,8%, dari proyeksi sebelumnya sebesar 4,5% hingga 5,5%. Kementerian Keuangan Malaysia secara terpisah menyatakan bahwa perekonomian akan tumbuh moderat pada 2026 di tengah permintaan eksternal yang lemah.

"Perlu saya tegaskan bahwa perekonomian kita tetap berada pada posisi yang kuat," ujar Gubernur Bank Negara Malaysia Abdul Rasheed Ghaffour dalam sebuah pengarahan di Kuala Lumpur, seraya menambahkan bahwa penurunan suku bunga baru-baru ini akan memberikan dorongan tambahan.

Menurutnya kebijakan moneter saat ini konsisten dengan proyeksi pertumbuhan dan inflasi Malaysia. Pertumbuhan dan perdagangan global kemungkinan akan melambat tahun ini seiring dengan berlakunya tarif 19% untuk ekspor ke AS dan meredanya frontloading, menurut bank sentral.

Ekspor Malaysia diprediksi melambat hingga sisa 2025, sementara sebagian ditopang oleh permintaan yang berkelanjutan untuk produk teknologi dan aktivitas pariwisata yang lebih tinggi, lanjut Rasheed.

"Kami memperkirakan perekonomian Malaysia yang bergantung pada perdagangan akan menghadapi tekanan penurunan akibat pemulihan dari frontloading ekspor sebelumnya, dan melemahnya permintaan eksternal akibat tarif resiprokal AS yang masih tinggi sebesar 19%. Meskipun demikian, kondisi permintaan domestik yang tangguh akan memberikan sedikit penyangga," kata Chua Han Teng, ekonom senior di DBS Bank.

Imbal hasil obligasi pemerintah Malaysia 10 tahun bertahan stabil di 3,37%, sementara ringgit mempertahankan penurunan 0,2% terhadap dolar dan saham turun 0,4% setelah pengumuman tersebut.

Para pelaku pasar memperkirakan peluang penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin dalam tiga bulan ke depan sebesar 24%, dan probabilitas 76% pada pertengahan Februari, menurut data swap yang dikumpulkan oleh Bloomberg.

Pada bulan Juli lalu, bank sentral memangkas suku bunga acuan untuk pertama kalinya dalam lima tahun untuk membantu mengatasi risiko terhadap perekonomian. Bank sentral juga menggelontorkan lebih banyak dana ke dalam sistem perbankan untuk mendorong penyaluran kredit dan membantu meningkatkan aktivitas ekonomi.

Pernyataan dovish bank sentral pada pertemuan bulan Juli dinilai membuka peluang untuk pelonggaran kebijakan moneter tambahan dalam beberapa bulan mendatang untuk mendukung pertumbuhan.

Meskipun pungutan AS atas impor Malaysia lebih rendah dari 25% yang diancamkan pada bulan Juli, negara Asia Tenggara tersebut sedang mencari kejelasan lebih lanjut dari AS terkait ancaman tarif 100% atas impor semikonduktor.

Di sisi fiskal, pemerintah telah mengubah kebijakan untuk memangkas subsidi bahan bakar paling populer di negara itu, sekaligus memberikan bantuan tunai. Rencana lima tahun terbarunya juga menguraikan sekitar US$100 miliar pengeluaran pembangunan, meskipun berupaya mengurangi defisit.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Bloomberg
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro