Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menilai penertiban angkutan kelebihan muatan atau overdimension overload (odol) justru dapat mendukung kemajuan industri logistik nasional.
Adapun, sejumlah pihak termasuk pengusaha beberapa kali mengeluhkan penertiban odol tersebut menghambat arus distribusi barang dari pabrikan ke pasar.
Kepala Sub Direktorat Uji Type Kemenhub Heri Prabowo mengatakan, penertiban odol dilakukan untuk memastikan angkutan logistik menerapkan standar muatan yang telah ditentukan.
“Jadi sebetulnya ini sinergis ya. Jadi logistik yang bagus saya kira akan mengurangi yang terjadinya pelanggaran odol itu,” ujar Heri saat ditemui disela-sela agenda TMIIN Logistic Skill Contest, Sabtu (22/6/2025).
Sebab, menurut Heri, muatan barang yang berlebih dalam satu kendaraan dapat merusak jalan, jembatan, dan infrastruktur publik lainnya.
Di sisi lain, dia menerangkan bahwa kendaraan muatan berlebih tidak selalu dikaitkan dengan odol. Truk yang membawa barang banyak diizinkan asal memenuhi standar dan tidak melanggar aturan.
Baca Juga
“Jadi yang namanya odol itu kan pelanggaran enggak sesuai dengan ketentuan. Muatan boleh banyak, tapi jangan odol,” jelasnya.
Lebih lanjut, dia juga menerangkan bahwa odol dapat berkurang apabila industri menggunakan sektor transportasi lainnya. Sebab, saat ini hampir 90% angkutan logistik menggunakan infrastruktur jalan raya.
“Sementara jalur kereta api, jalur laut itu masih bisa ditingkatkan sehingga ada keseimbangan di antara moda-moda transportasi. Saya kira ini salah satu kunci juga ya untuk kita bisa menyelesaikan odol dan juga untuk membuat transportasi logistik kita menjadi lebih efisien,” imbuhnya.
Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Gemilang Tarigan mengatakan, dibuatnya jalur khusus logistik juga dapat menjadi solusi polemik angkutan truk muatan lebih atau odol yang seringkali diperdebatkan.
Sebab, truk odol seringkali dinilai mengganggu keamanan pengendara di lalu lintas. Sebagai contoh, pemerintah memberlakukan larangan angkutan logistik muatan lebih itu sepanjang libur Lebaran Idulfitri 2025 yang membuat aktivitas distribusi dan pabrikan ikut terganggu.
“Jadi itu usul kita sekarang MST [muatan sumbu terberat] dinaikkan dan membuat jalur logistik,” kata Gemilang dalam kesempatan yang sama.
Dalam hal ini, pihaknya menyarankan agar standar MST dinaikkan daya angkutnya. Adapun, saat ini di Indonesia MST yang berlaku yakni 8-10 ton per kendaraan.
Sementara itu, dia memberikan contoh standar MST di berbagai negara Asia lainnya dikisaran 11 ton, sementara Eropa sudah mencapai 13 ton.
“Karena ini sekarang kan pabrik ada di kampung-kampung ya, jalannya pun jalan desa. Bagaimana bisa odol kan begitu ya. Maka sekarang ini mau kita rapikan bagaimana supaya daya angkut naik, lebih efisiensi terhadap daya logistik menurun,” ujarnya.
Selain itu, jalur logistik juga dibutuhkan agar arus distribusi angkutan yang membawa barang-barang dapat sampai ke berbagai wilayah. Menurut dia, peran digitalisasi untuk pengamanan angkutan juga menjadi penting.