Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

20 Tahun Mandek, DPR Desak Evaluasi Menyeluruh Tax Ratio RI

DPR mendesak pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh atas stagnannya tax ratio Indonesia selama 20 tahun meski ekonomi tumbuh.
Ilustrasi tax ratio atau rasio perpajakan. Dok Freepik
Ilustrasi tax ratio atau rasio perpajakan. Dok Freepik

Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menyoroti anomali struktural dalam perekonomian Indonesia, yang mana pertumbuhan ekonomi tidak sejalan dengan peningkatan rasio perpajakan atau tax ratio.

Misbhakun menjelaskan kondisi itu telah berlangsung selama dua dekade tanpa pembenahan yang memadai. Padahal, sambungnya, PDB Indonesia selalu naik—kecuali pada 2020 saat pandemi Covid-19—namun tax ratio tetap stagnan malah menjadi yang terendah di Asean

Dia menilai jika Indonesia mampu menjaga tren peningkatan tax ratio secara konsisten sejak 2005 maka rasio penerimaan pajak terhadap PDB seharusnya sudah mencapai 16%, bukan stagnan di bawah 11% seperti yang terjadi dalam satu dekade terakhir.

“Kalau dari 12,7% [tax ratio 2005] naik 0,42% per tahun, sekarang kita sudah di angka 16%. Dengan PDB Rp22.000 triliun, kita bisa punya penerimaan Rp3.700 triliun,” ungkap Misbakhun dalam diskusi publik Indef secara daring, Minggu (29/6/2025).

Legislator dari Fraksi Partai Golkar itu menekankan bahwa postur APBN akan jauh lebih sehat apabila penerimaan pajak tumbuh proporsional dengan pertumbuhan PDB. Bahkan, menurutnya, APBN bisa surplus—bukannya selalu defisit seperti selama ini.

Misbakhun mengingatkan bahwa DPR telah memberikan seluruh instrumen yang diminta pemerintah untuk memperkuat basis pajak, mulai dari tax amnesty, pertukaran informasi keuangan (automatic exchange of information), hingga reformasi administrasi perpajakan seperti NIK menjadi NPWP.

“Pemerintah minta senjata ninja, kami kasih. Minta peluru tajam, kami kasih. Bahkan data perbankan yang dulu dibilang tertutup, kami buka. Tapi tax ratio tetap rendah,” katanya.

Dia menyayangkan belum adanya riset komprehensif untuk mengevaluasi kenapa pertumbuhan ekonomi tidak mengangkat tax ratio secara signifikan.

Misbakhun mendorong lembaga-lembaga riset seperti Indef atau universitas-universitas ditugaskan secara khusus untuk mendalami akar masalahnya.

“Ini bukan salah Menteri Keuangan, bukan salah Dirjen Pajak. Ini salah kita bersama sebagai bangsa. Kita 20 tahun membiarkan ini terjadi,” tutupnya.

Permintaan Sri Mulyani

Pada bulan lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merombak pimpinan Direktorat Jenderal Pajak. Usai pelantikan, dia secara khusus meminta agar direktur jenderal pajak yang baru, Bimo Wijayanto, meningkatkan tax ratio alias rasio pajak.

Bimo sendiri dilantik menjadi direktur jenderal pajak menggantikan Suryo Utomo yang dirotasi menjadi Kepala Badan Teknologi, Informasi, dan Intelijen Keuangan.

"Penerimaan negara harus meningkatkan, tax ratio harus meningkatkan, pelayanan wajib pajak harus membaik, kepastian mengenai perpajakan juga harus meningkatkan, transparansi dan tata kelola harus diperbaiki," ujar Sri Mulyani.

Adapun dalam dua tahun terakhir, rasio pajak Indonesia terhadap produk domestik bruto terus turun: 10,41% pada 2022; 10,31% pada 2023, dan 10,07% pada 2024.

Bendahara negara tersebut pun mengingatkan bahwa tugas penerimaan negara sangat nyata karena setiap tahun ditetapkan dalam UU APBN. Oleh sebab itu, target penerimaan negara harus dicapai karena merupakan amanat UU.

Oleh sebab itu, sambungnya, target penerimaan tersebut bukan hanya target setoran. Menurut Sri Mulyani, penerimaan pajak merupakan instrumen yang sangat penting untuk menjamin kebutuhan negara.

"Bahkan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper