Bisnis.com, JAKARTA — Pabrik baterai yang menjadi bagian dari Proyek Dragon di Karawang, Jawa Barat, juga bakal memproduksi baterai penyimpanan energi atau battery energy storage system (BESS) untuk panel surya dengan kapasitas hingga 40 gigawatt hour (GWh) per tahun mulai 2028.
Adapun, proyek yang dimaksud adalah proyek yang digarap konsorsium Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co. Ltd. (CBL) dengan PT Aneka Tambang Tbk (Antam) dan Indonesia Battery Corporation (IBC). CBL merupakan anak usaha dari Contemporary Amperex Technology Co. Ltd (CATL).
Pabrik baterai tersebut dibangun pabrik di kawasan Artha Industrial Hill (AIH) dam Karawang New Industry City (KNIC), Jawa Barat.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan, Presiden Prabowo Subianto memberi arahan agar pabrik itu turut mendukung upaya transisi energi. Salah satu caranya dengan ikut memproduksi energy storage.
Pasalnya, produksi baterai untuk panel surya (solar panel) di dalam negeri masih minim. Menurutnya, dengan baterai, listrik dari solar panel yang bersifat intermiten bisa disimpan sehingga dapat dimanfaatkan pada malam hari atau saat solar panel tak menghasilkan listrik.
"Atas arahan Bapak Presiden kemarin, kita juga membangun tidak hanya baterai mobil, tapi juga baterai untuk menyimpan energi dari solar panel. Kemarin, sudah kami bicarakan sampai tadi malam. Insyaallah, mereka [konsorsium] bersedia untuk kita kembangkan agar semua produk ada di dalam negeri," ucap Bahlil di Karawang, Minggu (29/6/2025).
Baca Juga
Bahlil pun menjelaskan, pabrik ini direncanakan memiliki kapasitas produksi baterai mobil listrik (EV) awal sebesar 6,9 GWh per tahun pada fase pertama yang akan mulai beroperasi pada akhir 2026. Kapasitas itu lalu diekspansi hingga mencapai kapasitas total 15 GWh pada fase kedua atau 2028.
Menurutnya, dengan kapasitas setara dengan baterai untuk mengaliri sekitar 250.000—300.000 kendaraan listrik. Dia pun mengklaim dengan kapasitas produksi baterai EV tersebut, pemerintah bisa hemat impor BBM hingga 300.000 liter per tahun.
Sementara untuk kapasitas pembuatan baterai solar panel, dia memproyeksi pabrik tersebut bisa menghasilkan hingga 40 GWh.
"Target kita di sini, dengan pasar yang sudah naik untuk baterai PLTS [pembangkit listrik tenaga surya], bisa sampai 40 GWh," kata Bahlil.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama Indonesia Battery Corporation (IBC) Toto Nugroho mengatakan, produksi baterai panel surya penting. Ini khususnya untuk menunjang pembangunan PLTS di daerah terpencil.
Terlebih, baterai itu memiliki sifat untuk menyimpan energi dari panel surya. Dengan begitu, penggunaan PLTS bisa lebih dioptimalkan.
"Jadi sekarang yang BESS itu saya rasa di Indonesia akan mulai meningkat secara drastis di 2028 karena pabrik-pabrik EBT-nya PLN kan baru mulai," katanya.
Ekosistem pabrik baterai EV konsorsium Antam, IBC, dan CBL ini baru saja diresmikan oleh Presiden Prabowo pada Minggu (29/6/2026).
Total investasi dari proyek ini mencapai US$5,9 miliar atau setara Rp96,04 triliun (asumsi kurs Rp16.278 per US$). Proyek hilirisasi nikel ini mencakup enam subproyek utama. Perinciannya, lima subproyek akan dibangun di Halmahera, Maluku Utara, yakni pengembangan tambang nikel laterit, peleburan pirometalurgi, peleburan hidrometalurgi, produksi material baterai, dan daur ulang baterai.
Sementara itu, satu subproyek berupa manufaktur sel baterai akan dibangun di Karawang. Khusus proyek pabrik baterai lithium ion di Karawang, IBC dan CBL membentuk perusahaan patungan bernama PT Contemporary Amperex Technology Indonesia Battery (CATIB).