Bisnis.com, JAKARTA — Amerika Serikat kehabisan waktu untuk menuntaskan ratusan kesepakatan dagang yang telah lama dijanjikan Presiden Donald Trump menjelang berakhirnya jeda 90 hari atas tarif impor atau tarif timbal balik.
Melansir CNN International pada Senin (30/6/2025), hingga kini, baru ada dua kerangka kerja perdagangan yang berhasil diteken, yaitu dengan Inggris dan China. Sementara itu, puluhan negosiasi lainnya belum terselesaikan sebelum tenggat 9 Juli 2025. Kondisi tersebut memperkuat keraguan terhadap tercapainya target negosiasi, di tengah tanda-tanda perlambatan ekonomi AS.
Selama berbulan-bulan, pemerintahan Trump mengklaim berbagai kesepakatan dagang akan segera tercapai. Pemerintah bekerja sama dengan 18 mitra utama untuk menurunkan hambatan perdagangan, sementara ratusan negara lain masih menunggu untuk dibebaskan dari tekanan tarif tinggi. Namun, tenggat waktu yang dijanjikan terus bergeser.
“Saya sudah buat semua kesepakatan. Saya sudah buat 200 kesepakatan,” ujar Trump dalam wawancara dengan Time pada akhir April lalu, mengklaim bahwa negosiasi hampir rampung.
Namun, lebih dari dua pekan kemudian, Trump mengakui bahwa mencapai ratusan atau bahkan puluhan kesepakatan dalam waktu sesingkat itu tidak realistis. Pernyataan itu dia ulangi dalam konferensi pers di Gedung Putih, Jumat (27/6/2025) pekan lalu.
“Anda tahu, kita punya 200 negara. Kita tidak bisa lakukan itu semua. Jadi dalam waktu sekitar satu setengah pekan ke depan—atau mungkin lebih cepat—kami akan mengirimkan surat," jelasnya.
Baca Juga
Trump mengklaim, pihaknya juga telah berbicara dengan banyak negara. Dia menuturkan, pihak AS juga akan memberi tahu para mitranya berapa yang harus dibayar jika ingin berdagang di AS.
Wacana penerapan tarif baru terhadap negara-negara yang gagal mencapai kesepakatan dengan AS telah beredar selama lebih dari dua bulan. Pada 23 April, Trump menyatakan bahwa pemerintahnya akan menetapkan tarif bagi negara-negara yang tidak berhasil merundingkan ulang kesepakatan dalam beberapa pekan ke depan.
Kemudian, pada 16 Mei 2025, dia menegaskan dalam dua hingga tiga minggu mendatang, pemerintah akan memberi tahu negara-negara tersebut mengenai tarif yang harus mereka bayar.
Sementara itu, AS masih aktif bernegosiasi dengan mitra dagang utamanya. Namun, kesepakatan-kesepakatan itu telah dijanjikan selama berbulan-bulan tanpa hasil konkret. Pada 11 Juni 2025, Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick mengatakan bahwa “banjir kesepakatan” akan datang.
“Anda akan melihat kesepakatan demi kesepakatan, mulai minggu depan, lalu minggu berikutnya, dan seterusnya. Semuanya sudah dalam antrean,” katanya.
Kemudian, pada Kamis pekan lalu lalu, dia menyebutkan bahwa 10 kesepakatan akan diumumkan dalam waktu dekat. Namun, pada hari yang sama, Juru Bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt menyatakan bahwa tenggat waktu bukanlah hal yang krusial.
Hal senada disampaikan Menteri Keuangan AS Scott Bessent pada Jumat pekan lalu. Bessent menyebut negosiasi dagang bisa saja diselesaikan hingga Hari Buruh Yang jatuh pada awal September, sehingga memberikan ruang waktu yang lebih longgar dari tenggat resmi sebelumnya pada 9 Juli.
Bessent juga mengatakan sekitar 20 negara bisa kembali dikenai tarif timbal balik mulai 9 Juli, sementara negara lain akan diberi waktu lebih panjang untuk merampungkan negosiasi. Dia tidak menyebutkan negara mana saja yang akan dikenakan tarif lebih tinggi, namun beberapa tarif sebelumnya ditetapkan setinggi 50% sebelum ditangguhkan Trump.
Profesor ekonomi di University of Michigan, Justin Wolfers menyebut, gagasan bahwa ketidakpastian akan terselesaikan pada awal musim panas ini tampaknya sudah benar-benar mati.
“Ini berarti agresi tarif belum berakhir. Hal itu sebenarnya tidak terlalu mengejutkan, meski sebagian dari kita sempat berharap ada secercah optimisme," katanya.
Kesepakatan Minim Substansi
Sementara itu, melansir Bloomberg, perjanjian-perjanjian yang berpotensi diumumkan dalam beberapa hari mendatang kemungkinan besar hanya akan mencakup kerangka kerja terbatas jika mengacu pada dua kesepakatan yang sudah dicapai Trump dengan China dan Inggris.
Tim Meyer, profesor hukum perdagangan internasional di Duke University memperkirakan AS akan mengumumkan sejumlah kerangka kerja yang disebut sebagai ‘kesepakatan dagang’, tetapi secara substansi tidak memenuhi definisi umum dari istilah tersebut.
Kesepakatan yang telah dicapai dengan AS dengan China serta Inggris memunculkan catatan penting. Misalnya, Inggris yang berharap tarif baja dan aluminium menjadi nol, justru tetap dikenakan 25%, meski dijanjikan akan dibahas lagi dalam skema kuota.
Pengiriman logam tanah jarang (rare earth) dari China pun belum sepenuhnya terealisasi, meski Trump menyebutnya sebagai bagian dari hasil pembicaraan sebelumnya.
Negara-negara lain seperti Jepang, India, dan Uni Eropa juga menolak menandatangani kesepakatan sebelum mengetahui dampak dari bea terpisah atas ekspor semikonduktor, obat-obatan, dan pesawat komersial.
Hasil investigasi sektor-sektor ini akan diumumkan dalam beberapa pekan ke depan dan berpotensi disusul kebijakan tarif baru.
Dari sisi hukum, keabsahan tarif yang diberlakukan Trump masih diperdebatkan. Pengadilan Perdagangan Internasional AS memutuskan sebagian besar tarif tersebut ilegal, tetapi pengadilan banding mengizinkan tarif tetap berlaku sambil menunggu sidang akhir Juli.
Ancaman Trump yang sering kali disusul dengan penarikan kembali kebijakan juga telah menjadi pola yang dikenali pasar. Investor bahkan menyebutnya sebagai “TACO”—singkatan dari “Trump Always Chickens Out”.
Sementara itu, AS disebut hampir mencapai kesepakatan dengan Taiwan dan Indonesia, menurut seorang sumber yang mengetahui proses negosiasi. Vietnam dan Korea Selatan juga disebut sebagai kandidat yang dapat menyelesaikan perjanjian dagang dengan AS.
Adapun, Trump juga berkali-kali menyebut potensi kesepakatan dengan India, di tengah kebuntuan yang coba diselesaikan dalam putaran pembicaraan pekan lalu.
Dia juga dikabarkan semakin optimistis terhadap potensi kesepakatan dengan Uni Eropa. Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick mengatakan bahwa akan ada 10 kesepakatan utama yang bisa dicapai hingga 9 Juli.
“Kesepakatan besar akan kami tempatkan di depan, sisanya mengikuti,” ujarnya.