"Kalau kita lihat dari penerimaan pajak akan mencapai Rp2.076,9 atau dalam hal ini 94,9% dari target APBN," ungkap Sri Mulyani.
Proyeksi penerimaan pajak yang lebih rendah dari target itu menunjukkan adanya kemungkinan terjadi shortfall pajak senilai Rp112,4 triliiun.
Bendahara negara tersebut menyampaikan bahwa target penerimaan pajak tidak tercapai karena adanya perubahan kebijakan seperti tidak jadinya implementasi kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada tahun ini.
Selain itu, sambungnya, ada tekanan dari faktor eksternal seperti harga komoditas-komoditas unggulan mengalami pelemahanan sehingga berdampak ke penerimaan pajak.
Sementara itu, Sri Mulyani mengungkapkan outlook penerimaan dari kepabeanan dan cukai mencapai Rp310,4 triliun atau lebih tinggi dari target APBN 2025 sebesar Rp301,6 triliun.
Kemudian outlook penerimaan negara bukan pajak (PNBP) mencapai Rp477,2 triliun atau hanya setara 92,9% dari target APBN 2025 sebesar Rp513,6 triliun. Sri Mulyani menjelaskan, tidak masuknya lagi dividen BUMN ke kas negara menjadi faktor penurunan PNBP itu.
Baca Juga
Sementara outlook penerimaan hibah mencapai Rp1 triliun atau lebih tinggi dari target APBN 2025 sebesar Rp600 miliar.
Secara keseluruhan, Sri Mulyani mengumumkan outlook pendapatan negara sebanyak Rp2.865,5 triliun atau hanya setara 95,4% dari target APBN 2025 sebesar Rp3.005,1 triliun.
Di sisi lain, outlook belanja negara sebesar Rp3.526,5 triliun atau setara 97,4% dari target APBN 2025 sebesar Rp2.621,3 triliun.
Dengan demikian, outlook defisit anggaran akan mencapai Rp663 triliun atau setara 2,78% dari produk domestik bruto (PDB). Outlook defisit tersebut melebar dari target APBN 2025 yang sebesar Rp616,2 triliun atau 2,53% dari PDB.
Meskipun demikian, Sri Mulyani menyatakan tidak ingin menerbitkan surat utang baru untuk pembiayaan pelebaran defisit itu. Dia ingin menggunakan SAL untuk membiayai defisit itu.
"Kami akan meminta persetujuan DPR untuk menggunakan SAL Rp85,6 triliun, sehingga kenaikan defisit itu tidak harus dibiayai semua dengan penerbitan surat utang namun menggunakan cash yang ada," ujar Sri Mulyani.