Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan atau Kemenkeu mengungkapkan belum membahas skema LPG 3 kilogram satu harga, meski Kementerian ESDM merencanakan akan menerapkan kebijakan itu mulai 2026.
Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Luky Alfirman mengatakan, hingga saat ini pihaknya belum menerima usulan resmi terkait kebijakan tersebut.
“Itu kan model mereka, belum ke kita. Nanti kita bahas, itu belum masuk ke Kemenkeu,” ujar Luky di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025) malam.
Dia menyatakan bahwa pihaknya tidak ingin berspekulasi terkait skema tersebut. Menurutnya, pembahasan detail baru akan dilakukan apabila dokumen resminya sudah diterima Kemenkeu.
Luky juga belum bisa memastikan apakah skema LPG 3 kg satu harga tersebut akan efektif dalam menekan anggaran subsidi, terutama mengingat persoalan salah sasaran selama ini.
“Soal itu saya no comment dulu, karena saya belum dengar detailnya, yang di lapangan kan mereka [Kementerian ESDM],” tuturnya.
Baca Juga
Adapun dalam laporan semester I APBN 2025, realisasi anggaran subsidi BBM dan LPG 3 kg tercatat mengalami penurunan 29,5% secara tahunan dari Rp42,9 triliun menjadi Rp30,3 triliun. Meski demikian, secara volume penyaluran LPG 3 kg mencapai 3,5 juta metrik ton atau naik 3,8% secara tahunan.
Luky menjelaskan penurunan anggaran subsidi LPG 3 kg tersebut lebih dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) serta nilai tukar rupiah.
Oleh sebab itu, anak buah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati itu menegaskan, jika harga ICP mengalami kenaikan maka besaran anggaran subsidi LPG juga akan disesuaikan.
“Volume itu salah satu, tapi nanti ada harga ICP dan nilai tukar. Angka tengahnya nanti akan muncul di APBN 2026-nya,” ungkap Luky.
Wacana Kementerian ESDM
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana menegaskan skema penjualan LPG 3 kg akan dibuat satu harga alias pukul rata di seluruh Indonesia. Kebijakan tersebut rencananya mulai diterapkan tahun depan.
"Pak Menteri bilang satu harga. Harga itu [LPG 3 kg] berarti satu, tidak ada [perbedaan] wilayah. Satu Indonesia, satu," kata Dadan ditemui di Jakarta, Kamis (3/7/2025).
Dia pun mengibaratkan penjualan LPG bersubsidi itu akan sama seperti Pertalite. Artinya, harga eceran tertinggi (HET)-nya bakal sama di seluruh Indonesia.
Menurutnya, hal ini penting lantaran di beberapa daerah harga jual LPG ada yang mencapai Rp50.000 per tabung. Padahal, idealnya harga jual LPG 3 kg itu bisa di bawah Rp20.000 per tabung.
Oleh karena itu, Dadan menegaskan bahwa implementasi LPG 3 kg satu harga sangat bisa dilakukan. Dia juga menilai hal itu bukan masalah bagi PT Pertamina (Persero).
"Kan ada LPG yang harganya keterlaluan itu [mencapai Rp50.000 per tabung], di beberapa tempat suka ada seperti itu. Sekarang kami kaji supaya itu [harga] sama. Kan bisa itu, bisa, kan yang melakukan Pertamina," tutur Dadan.
Adapun berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 Tahun 2007 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga LPG Tabung 3 Kg, harga eceran tertinggi (HET) LPG 3 kg ditetapkan oleh pemerintah daerah (pemda) masing-masing.
Hanya saja, penetapan harga oleh pemda itu harus berdasarkan pedoman dari pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian ESDM dan BPH Migas. Oleh karena itu, besaran HET LPG 3 kg selama ini bisa berbeda-beda di tiap provinsi atau kabupaten/kota.
Wacana membuat harga LPG 3 kg satu harga ini pertama kali dilontarkan oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam rapat kerja bersama Komisi XII DPR RI, Rabu (2/7/2025).
Menurut Bahlil, pengaturan harga LPG yang ditentukan pemda menjadi celah untuk oknum memainkan harga LPG 3 kg. Padahal, negara telah menggelontorkan dana subsidi hingga Rp87 triliun per tahun untuk LPG 3 kg.
"Kami akan ubah beberapa metode agar kebocoran enggak terjadi, termasuk harga yang selama ini diberikan pada daerah, ini ada kemungkinan dalam pembahasan Perpres, kami tentukan saja satu harga, supaya jangan ada gerakan tambahan di bawah," tutur Bahlil.