Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AS Buka Opsi Perpanjangan Negosiasi Dagang Jelang Deadline Tarif 9 Juli

Menkeu AS Scott Bessent mengindikasikan bahwa negara-negara yang belum mencapai kesepakatan dagang dapat memperoleh perpanjangan waktu hingga tiga pekan.
Ilustrasi bendera AS dengan label tarif./Reuters-Dado Ruvic
Ilustrasi bendera AS dengan label tarif./Reuters-Dado Ruvic

Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengindikasikan bahwa negara-negara yang belum mencapai kesepakatan dagang dapat memperoleh perpanjangan waktu hingga tiga pekan untuk melanjutkan negosiasi.

“Kami akan sangat sibuk dalam 72 jam ke depan,” ujar Bessent dalam wawancara dikutip dari Bloomberg pada Senin (7/7/2025), merujuk pada waktu yang tersisa sebelum tenggat yang ditetapkan pemerintahan Presiden Donald Trump.

Dalam wawancara terpisah dengan dua media televisi AS pada Minggu, Bessent menyatakan bahwa surat-surat yang akan dikirim Trump kepada mitra dagangnya pekan ini bukanlah keputusan akhir terkait besaran tarif yang akan diberlakukan. 

Menurutnya, tarif akan mulai berlaku pada 1 Agustus 2025, sehingga masih ada waktu bagi negara-negara yang belum mencapai kesepakatan untuk mengajukan tawaran baru.

Selama beberapa pekan terakhir, pemerintah AS telah menyampaikan bahwa tarif timbal balik Trump akan kembali ke level tinggi seperti pada 2 April bagi negara yang gagal mengamankan kesepakatan untuk memperbaiki neraca dagang AS. Bessent mengakui bahwa banyaknya negosiasi yang sedang berlangsung telah menyulitkan proses akhir.

“Ada banyak kemacetan menjelang garis akhir. Dengan memberi tahu mitra dagang bahwa mereka bisa kembali terkena tarif per 2 April, saya pikir itu akan mempercepat proses dalam beberapa hari dan pekan ke depan," ujarnya kepada Fox News Sunday. 

Trump sebelumnya mengatakan kepada wartawan pada akhir pekan Hari Kemerdekaan AS bahwa dirinya telah menandatangani sekitar 12 surat yang akan dikirimkan pada Senin (7/7/2025). 

Namun, dia menolak menyebutkan nama negara tujuan, seraya mengatakan bahwa masing-masing surat memuat tarif dan besaran nilai yang berbeda.

Dalam wawancara di CNN International, Bessent menegaskan bahwa 1 Agustus bukanlah tenggat baru. 

“Kalau mau mempercepat kesepakatan, silakan saja. Kalau ingin kembali ke tarif lama, itu pilihan kalian,” ujarnya.

Bessent menambahkan bahwa fokus negosiasi saat ini adalah dengan 18 negara mitra dagang utama, dan beberapa kesepakatan besar disebut hampir rampung, meski masih ada tarik-ulur dari pihak lain. 

Sejauh ini, baru tercapai kerangka kerja dengan Inggris, gencatan tarif dengan China, dan garis besar pakta dagang dengan Vietnam.

Pernyataan terbaru dari Trump dan Bessent menandakan bahwa negosiasi masih dinamis, tiga hari menjelang tenggat awal. Bessent menyebut AS terus memberikan tekanan maksimal dalam pembicaraan dengan mitra dagang, dengan kemajuan signifikan dicapai dalam pembicaraan dengan Uni Eropa.

Sebelumnya, surat-surat itu direncanakan dikirim pada 4 Juli, dengan pemberlakuan tarif pada 1 Agustus. Namun, negosiasi tetap berlangsung selama akhir pekan libur nasional, termasuk dengan Jepang, Korea Selatan, Uni Eropa, India, dan Vietnam.

Langkah Trump mengancam secara sepihak saat negosiasi memasuki fase kritis menjadi ciri khas strategi dagangnya, sehingga belum jelas apakah surat-surat tersebut benar-benar akan dikirim atau hanya sebagai tekanan agar negara mitra segera memberi konsesi.

Setelah Trump mengumumkan kesepakatan dengan Vietnam pekan lalu, Kementerian Luar Negeri negara itu menyatakan bahwa negosiator masih menyelaraskan rincian akhir dengan mitra AS.

Adapun kesepakatan sementara dengan India sempat diperkirakan akan tercapai, namun pemerintah New Delhi dalam beberapa hari terakhir justru mengisyaratkan sikap lebih tegas, termasuk ancaman balasan tarif terhadap sejumlah produk AS menyusul kenaikan bea masuk kendaraan dan suku cadang otomotif dari AS.

Permintaan Perpanjangan Waktu

Sementara itu, Korea Selatan menyampaikan kekhawatiran atas tarif otomotif dan tengah berdiskusi dengan AS untuk memperpanjang tenggat sebagai upaya terakhir guna menghindari kenaikan bea masuk.

Di sisi lain, Trump yang baru saja meraih kemenangan legislasi besar dan didukung reli bursa saham AS ke rekor tertinggi, kini menghadapi risiko bahwa hambatan dagang baru akan memicu kekhawatiran investor atas kompleksitas bea masuk yang harus dibayar importir AS.

Penerapan awal tarif timbal balik Trump pada awal April sempat memicu kekhawatiran akan resesi di AS dan mengguncang pasar, hingga Gedung Putih memutuskan menangguhkan kenaikan tarif tersebut selama 90 hari hingga 9 Juli.

Selain meningkatkan biaya bagi perusahaan AS yang mengimpor barang, para eksportir domestik juga menghadapi ancaman pembalasan dari negara-negara lain, termasuk dari Uni Eropa.

Negara anggota Uni Eropa telah mendapatkan pembaruan status negosiasi pada Jumat lalu setelah pertemuan teknis di Washington, dan menurut laporan Bloomberg, kesepakatan teknis secara prinsip disebut telah dekat.

Sementara itu, Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba menyatakan negaranya siap menghadapi segala kemungkinan terkait tarif. Dalam wawancara dengan program Sunday News The Prime di Fuji TV, dia mengatakan bahwa Jepang — salah satu produsen otomotif utama — akan tetap tegas membela kepentingannya sambil mempersiapkan segala skenario.

Sementara itu, Pemerintah Kamboja menyatakan pada Jumat bahwa pihaknya telah mencapai kesepakatan kerangka kerja dengan AS, yang akan diumumkan dalam waktu dekat. Kamboja menjadi salah satu negara dengan ancaman tarif tertinggi dari Trump, yakni 49%, terutama karena ekspor tekstil dan alas kaki ke AS.

Indonesia pun menunjukkan optimisme bahwa kesepakatan dagang “berani” dengan AS akan segera tercapai, mencakup sektor mineral kritis, energi, pertahanan, dan akses pasar, sebagaimana disampaikan oleh ketua tim negosiasi RI.

Thailand juga tengah melakukan upaya terakhir untuk menghindari tarif 36% terhadap ekspornya ke AS dengan menawarkan akses pasar lebih besar untuk produk pertanian dan industri AS, serta komitmen peningkatan pembelian energi dan pesawat Boeing.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper