Bisnis.com, JAKARTA - Solidaridad Indonesia bersama Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Sawit dan Aneka Palma (Dirat Salma) dan Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) menggelar Lokakarya Nasional Percepatan Sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) bagi petani sawit swadaya di Jakarta, Kamis (24/7/2025).
Direktur Tanaman Sawit dan Aneka Palma Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan), Baginda Siagian, mengapresiasi Solidaridad Indonesia yang secara swadaya telah mendampingi petani dalam upaya memperoleh sertifikasi ISPO.
“Terima kasih buat Solidaridad yang secara swadaya gitu ya, artinya dengan keberadaan Solidaridad ini bisa membina dan mungkin sudah beberapa juga koperasi yang sudah mendapatkan ISPO dari upaya-upaya yang dilakukan,” ujarnya dalam siaran pers, Kamis (24/7/2025).
Siagian menekankan pentingnya semua pihak bergerak lebih cepat agar target sertifikasi bisa segera tercapai.
“Jangan lambat terus. BPDP sudah siapkan dananya, ya harusnya bisa lebih cepat. Kita nggak boleh kalah,” tegasnya.
Tahun ini, Kementan menargetkan 30.000 petani sawit swadaya mendapatkan STDB dengan pembiayaan dari BPDP.
Baca Juga
Upaya ini, menurut Baginda, merupakan bagian dari strategi menyusun ekosistem keberlanjutan (sustainability) yang lebih kuat agar industri kelapa sawit Indonesia dapat bersaing di pasar global.
“Sekarang ada kebijakan internasional seperti IUCEP dan EUDR yang mensyaratkan keberlanjutan. Karena itu, keberadaan ISPO menjadi kunci agar sawit kita bisa menembus pasar global,” ujarnya.
Baginda juga menyoroti pentingnya percepatan sertifikasi dengan pendekatan yang lebih efektif, seperti mendorong perusahaan inti yang telah tersertifikasi ISPO agar membantu plasma atau mitra petaninya.
“Kalau hanya satu koperasi demi satu koperasi, butuh 30 tahun untuk menuntaskan semua. Ini harus kita pikirkan bersama,” tegasnya.
Selain isu sertifikasi, ia juga mengingatkan soal target pencampuran biodiesel B60 pada 2026 yang menuntut peningkatan produktivitas.
“Kalau produktivitas tidak naik, bisa-bisa kita tidak bisa ekspor. Ini PR besar bagi semua pihak,” pungkasnya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Divisi Penyaluran Dana Sektor Hulu BPDP, Dwi Nuswantara, menyampaikan apresiasi atas inisiatif Solidaridad dalam mendorong sertifikasi ISPO.
Menurutnya, ISPO adalah program strategis pemerintah yang bersifat mandatori sesuai Perpres Nomor 44 Tahun 2020 dan diperpanjang melalui Perpres Nomor 16 Tahun 2025 hingga 2029.
“Jadi kita berbicara stakeholder-nya adalah smallholder, para pekebun kecil itu harus ter-ISPO-kan. Kalau kita ngomong mandat, tentu mau nggak mau kita pikirkan bagaimana harus tercapai. Namanya juga mandat kan harus,” ujarnya.
Dwi menegaskan, BPDP berkomitmen penuh dalam mendukung pendanaan sertifikasi ISPO. Komitmen tersebut diwujudkan melalui penganggaran dana sebesar Rp88 miliar untuk tahun 2025.
“Kita anggarkan Rp 88 miliar Pak untuk ISPO di tahun 2025. Kenapa? Dana ini adalah dana sawit di kolon negara untuk sawit. Jadi pelaksanaannya bagaimana kita memastikan uang kita kita gunakan untuk kebermanfaatan sawit ya pada khususnya,” ujarnya.
Namun demikian, ia mengungkapkan keprihatinan karena hingga saat ini dana tersebut belum dapat disalurkan.
Dwi menekankan pentingnya seluruh pihak memberikan kontribusi nyata agar program sertifikasi ISPO tidak hanya menjadi wacana. Ia berharap regulasi teknis, baik dalam bentuk Peraturan Menteri maupun Keputusan Dirjen, segera diselesaikan agar pelaksanaan di lapangan lebih taktis.
“Jangan sampai kita hanya berkumpul di ruang dingin, makan kenyang, tapi tak menghasilkan dampak bagi petani. Kita harus memastikan dana sawit digunakan untuk kemajuan sektor sawit, khususnya petani kecil,” tandasnya.
Sementara itu, Country Manager Solidaridad Indonesia, Yeni Fitriyanti mengatakan, lokakarya ini menjadi forum berkelanjutan yang mampu merumuskan rekomendasi kebijakan dan komitmen terkait akses pendanaan ISPO dan percepatan keberterimaan ISPO, termasuk registrasi Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) bagi petani swadaya.
“Selain mendorong kebijakan, kegiatan ini juga diharapkan mampu memperkuat implementasi pilot project program sarana dan prasarana DIRAT SALMA melalui skema pendanaan BPDP secara terukur, transparan, dan aplikatif,” ujarnya.
Dengan pendekatan bottom-up, lanjutnya, kegiatan ini merupakan kelanjutan dari sejumlah bimbingan teknis (Bimtek) tingkat provinsi yang sebelumnya digelar di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur, sebagai wilayah percontohan untuk menghimpun masukan langsung dari lapangan.
“Lewat Lokakarya Nasional ini, kami berupaya merumuskan solusi terbaik bagi percepatan sertifikasi ISPO. Prioritas kami adalah memastikan bahwa praktik keberlanjutan di industri sawit dapat diterjemahkan menjadi peningkatan kesejahteraan yang signifikan dan berkelanjutan bagi petani sawit swadaya,” tutup Yeni.